Selasa, 24 Maret 2015

Renovation of Pura Medana – Tanjung





Blog kedua saya ini : Ayu Sulastrini for International Architect, saya luncurkan secara perdana bertepatan dengan hari ulang tahun saya pada tanggal 24 Maret yang ke-36 tahun, dengan ini saya persembahkan kepada Karib-karibku di seluruh penjuru dunia… :)))
Terimakasih Tuhan

……….

Hmmm…
Pembahasan perdana yang akan saya ulas adalah mengangkat mengenai Pemugaran Pura Medana , Tanjung – Lombok Utara.



Panorama eksotis tepi pantai Pura Medana yang berada di atas sebuah tebing karang
 
 Ada beberapa alasan Pemugaran Pura Medana , Tanjung ini saya pilih sebagai ulasan perdana.
Alasan pertama, karena Pemugaran Pura Medana jika dilihat dari segi kacamata Hindu, adalah juga memiliki fungsi sebagai pura persimpangan para bhatara-bhatari dari segala penjuru mata angin, karena Pura Medana memiliki sebuah Palinggih Pasimpangan/Palawangan, Palinggih Bhatara Gunung Agung, dan Palinggih Bhatara Wisnu yang memungkinkan pamedek umat sedharma dari seluruh penjuru tanah air dapat melaksanakan upacara persembahyangan di Pura Medana ini. Dengan adanya rencana Pemugaran Pura Medana kelak diharapkan kelestarian dari keberadaan Medana yang memiliki luas +1 Ha ini semakin kekal. Apalagi setelah areal Jaba Pura Medana nantinya akan ditata sedemikian rupa baik berupa penataan lokasi warung-warung, toilet, tempat parkir, dan open theater, diharapkan akan memberikan citra Pura Medana yang semakin terawat, teratur, asri, megah, sakral, keramat, dan agung. (mohon doa restu)



Rancangan Pemugaran Pura Medana (site awal)

 


Rancangan Pemugaran Pura Medana (rencana pengembangan site)


 
 

 

 

Rancangan pemugaran Pura Medana (potongan site)


 
 

Kondisi awal tembok panyengker Pura Medana yang telah dibuat semenjak ratusan tahun yang lalu
 

Kondisi Areal Utama Pura Medana yang memerlukan rencana pengembangan perluasan site

 

 

Kondisi Areal Madya Pura Medana yang memiliki panorama eksotis tepi pantai



Pelinggih Bhatara Visnu (piodalan ring Anggara Kasih Prangbakat)



 
Alasan kedua, karena Pemugaran Pura Medana jika dilihat dari segi kacamata nasional, bagi saya dapat dijadikan lambang pengejawantahan dari Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Dimana dalam kawasan Pura Medana terdapat sebuah makam seorang Bangsawan Suku Sasak bernama Papuk Buling Dana. Sedangkan di luar kawasan Pura Medana dikelilingi oleh kawasan perhotelan bertaraf internasional.
Sedikit pembahasan mengenai keberadaan makam seorang Bangsawan Sasak dalam kawasan areal Pura Medana, adalah dikisahkan sebuah legenda seorang penguasa kaya raya Suku Sasak bernama Papuk Buling Dana yang berasal dari Tanjung - Lombok Utara. Papuk Buling Dana tersohor atas kekuasaan, berbagai macam harta benda, dan kedermawanan hatinya. Melengkapi kemuliaan yang tak ada habisnya, Papuk Buling Dana pun dianugerahkan pula seorang puteri yang saleh dan cantik jelita. Berbagai macam rupa harta benda yang telah dimilikinya, tetap menjadikan Papuk Buling Dana memiliki sifat seorang raja yang sangat baik dan murah hati. Kemurahhatian Papuk Buling Dana tersebut tersohor sebagai seseorang yang ‘tidak pernah menolak’ apapun yang diminta rakyatnya darinya, karena kemurahhatian tersebutlah maka beliau bernama Papuk Buling Dana.
Dikisahkan selanjutnya, karena kemurahhatian rajanya itu juga, ironis malah membangkitkan sifat serakah dan jahil rakyatnya sendiri. Segala harta benda milik sang raja yang diminta rakyat-rakyatnya tidak pernah satu kalipun ditolak dan selalu diberikan secara tulus oleh Papuk Buling Dana. Karena segala macam jenis harta benda milik sang raja dermawan tersebut sudah pernah diminta oleh rakyatnya, maka suatu hari didorong niat jahat serta sifat serakah dan jahil itu, rakyat-rakyat sang raja berkomplot membuat sebuah rencana jahat yang bertujuan untuk ‘mencobai’ sifat murah hati rajanya sendiri, yaitu meminta harta paling berharga sang raja yaitu putri tunggalnya yang cantik jelita . Saat waktu telah sepakat mereka tetapkan, para rakyat datang menghadap sang raja untuk menyampaikan keinginan mereka ‘meminta’ putri tunggal kesayangan sang raja. Walaupun sang raja merasa terpukul mendengar permintaan rakyatnya yang dianggapnya keterlaluan, namun Papuk Buling Dana tetap mengabulkan juga apapun yang diminta rakyatnya termasuk memberikan putri tunggalnya tersebut. Setelah berhasil mendapatkan sang putri raja dengan sangat mudahnya, ternyata membuat hati para komplotan rakyat jahat ini bertambah kotor dan jahat saja. Awalnya niat jahil mereka itu kini telah ‘menjelma’ menjadi pikiran kejam dan bengis, mereka berunding kembali menyusun rencana untuk ‘mencobai’ bagaimana ‘reaksi’ selanjutnya dari sang raja dermawan tersebut apabila sang putri raja dikembalikan lagi kepada Papuk Buling Dana dengan dibunuh terlebih dahulu secara sadis.
Lalu setelah melaksanakan pembunuhan kejinya itu terhadap sang putri, datanglah kembali komplotan rakyat-rakyat jahat tersebut menghadap sang raja. Mereka kemudian menyerahkan kembali sang putri raja yang sudah tak bernyawa dalam bentuk tubuh yang sudah terpotong-potongan kepada Papuk Buling Dana. Seolah tidak cukup sampai disitu ‘niat jahil mencobai’ rajanya sendiri, komplotan rakyat jahat ini bahkan tanpa memiliki rasa peri kemanusiaan lagi meminta sang raja untuk memakan daging dari tubuh putri kesayangannya yang sudah mereka potong-potong.



Makam Putri Papuk Buling Dana



Sungguh tak syak dinyana oleh Papuk Buling Dana, rakyat yang sangat dicintainya sepenuh hati itu sampai hati melakukan perbuatan keji yang tanpa batas kepadanya. Meminta memakan sendiri bangkai potongan daging putrinya itu tentu saja sudah dianggap penghinaan yang tak ada ampunannya oleh sang raja. Kesabaran Papuk Buling Dana yang sudah sampai puncaknya meladeni permintaan-permintaan rakyatnya itu, kini berganti keangkaramurkaanlah yang menyelimuti kedermawanan hatinya.
Akhirnya Papuk Buling Dana mengutuk seluruh rakyatnya yang serakah dan bengis itu. Papuk Buling Dana mengutuk rakyatnya itu hingga sampai 7 turunan, bahwa rakyatnya akan selalu mengalami penderitaan hidup di dunia yang tak ada habis-habisnya. Kutukan Papuk Buling Dana atas sifat serakah rakyatnya itu adalah rakyatnya akan selalu menemukan penderitaan dan kesengsaraan hidup, wabah penyakit, kelaparan, dan apabila rakyatnya mendapatkan panen maka akan kekurangan air, apabila mendapatkan air maka rakyatnya itu kekurangan makanan. Sedangkan kutukan Papuk Buling Dana atas perbuatan rakyatnya membunuh dan memotong-motong putri salehnya, adalah rakyatnya itu dan 7 keturunannya akan mengalami cacat-cacat tubuh, buta, tuli, bisu, atau lumpuh.
Setelah mengutuk kelaliman rakyatnya yang serakah, kemudian Papuk Buling Dana mengutuk juga seluruh harta kekayaannya yang berlimpah ruah yang dirasakannya telah menjadi sebab musabab timbulnya sifat nafsu serakah tersebut menjadi batu. Tak satu harta benda apapun miliknya yang tertinggal dikutuknya menjadi batu; emas permata, logam-logam dan batu-batu mulia, pasukan gajahnya, hingga ‘pesawat-pesawat’ miliknya di jaman itu. Itulah kenapa dipercaya segala jenis bebatuan yang bertebaran di kawasan areal pura di larang dibawa keluar pura, barang siapa yang telah mengambil bebatuan di kawasan areal pura tersebut akan mendapat sakit karena batu-batu yang bertebaran di  kawasan areal pura dipercaya adalah perwujudan dari batu-batu permata milik Papuk Buling Dana yang telah beliau kutuk.
Selanjutnya setelah Papuk Buling Dana menyebarkan kutukannya, beliau langsung mengalami moksa (fenomena tingkat kesucian diri hingga diakhir kehidupan memiliki kemampuan membebaskan jiwa dan raga menuju alam surga keabadian tanpa mengalami kematian lahiriah dalam konsep Hindu dan Budha). Sedangkan makam yang ada sekarang hanyalah sebuah simbol yang dipercaya sebagai situs peringatan jejak tempat dimana Papuk Buling Dana mengalami moksa.



 
Makam Papuk Buling Dana dan Putrinya yang kondisinya memang kurang terawat





 Saya kembali kepada alasan ketiga saya, karena Pemugaran Pura Medana jika dilihat dari segi kacamata nasional, saya perkirakan pura ini nantinya mampu menjadi pelita cahaya kemajuan perekonomian dan pariwisata di kawasan Lombok Utara khususnya dan cahayanya juga akan menjangkau keseluruh Pulau Lombok pada umumnya. Karena apabila Pura Medana sebagai tempat peribadatan ini dipugar dan ditata tentunya akan membawa energi positif yang sangat kuat bagi umat dan lingkungan sekitarnya, baik berupa rejeki, kesehatan, keselamatan, kebahagiaan, maupun kesejahteraan.
Contohnya : jika pamedek umat sedharma dari seluruh penjuru tanah air ikut menjadikan Pura Medana menjadi pura sungsungan bersama (dengan adanya Palinggih Pasimpangan/Palawangan, Palinggih Bhatara Gunung Agung, dan Palinggih Bhatara Wisnu), sehingga pamedek umat sedharma yang berdatangan dari seluruh penjuru tanah air tersebut nantinya akan dapat meningkatkan pemasukan ekonomi para penduduk setempat yang beragama muslim.
Atau jika Pemugaran Pura Medana sukses diwujudkan, yang kemudian didukung oleh pelaksanaan sakral upakara-upakara besar keagamaan dan panorama eksotis tepi pantai Pura Medana yang berada di atas sebuah tebing berbatu karang, akan mampu menjadi daya tarik situs pariwisata tersendiri. Sehingga akan membuka kesempatan yang lebih luas lagi untuk mewujudkan Lombok Utara sebagai kawasan pariwisata di tingkat internasional, akan membuka lapangan kerja bagi Suku Sasak sebagai penduduk lokal, ataupun membuka kesempatan mendatangakan para penanam modal dari suku-suku lainnya, baik dari Suku Chinese, Japanese, Korean, Arabian, ataupun Western untuk mengembangkan usaha yang bergerak di bidang bisnis penginapan dan perhotelan. Mengapa tidak, toh gerbang masuk Pura Medana telah menjadi satu dengan gerbang masuk The Oberoi Hotel - Lombok (saya masih berharap suatu saat Hotel Oberoi Lombok mau terketuk pintu hatinya merelakan sekitar 4 meter lagi menyumbangkan tanah hotelnya tersebut untuk bisa melebarkan jalan masuk kendaraan / mobil menuju Pura Medana, sehingga bisa dilalui untuk 2 arah mobil umat, Astungkara).
Sebuah visi pribadi saya yang sangat plural, bukan? ^_^
Setelah mengurai alasan-alasan saya mengangkat Pemugaran Pura Medana secara panjang lebar sebagai pembahasan perdana saya di blog kedua saya ini, jadi bagaimanakah hubungannya diri saya pribadi dengan Pura Medana ini???
Baiklah, selanjutnya saya akan sedikit menguraikan sejarah Pura Medana. Pura Medana yang juga bernama Pura Pangsung atau disebut juga Pura Medana terletak di Kabupaten Tanjung – Lombok Utara, ditemukan oleh Bhatara Leluhur Pasikian Karang Jero yaitu I Gusti Ketut Kebon melalui ‘pawisik’ pada tahun 1824. Sejak saat itu seluruh keturunan I Gusti Ketut Kebon termasuk diri saya menjadi pangemong (pengurus) Pura Medana. Lalu bagaimana hubungannya dengan keberadaan makam Papuk Buling Dana?? Melalui ‘pawisik’ pulalah keturunan I Gusti Ketut Kebon juga dipercaya menjadi pangemong (pengurus) makam Papuk Buling Dana tersebut, dengan keberadaan makam Papuk Buling Dana di dalam kawasan areal Pura Medana, telah membentuk ‘jejak’ dimana sejarah Papuk Buling Dana merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan sejarah Pura Medana. Oleh karena itulah saya juga mengikutsertakan kisah legenda Papuk Buling Dana pada tulisan blog ini. Kedua sejarah yang berlainan adat dan budaya inilah yang saya maksud sebagai lambang pengejawantahan dari Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, yang saya harapkan dapat dijauhkan dari kesalahpahaman, dapat memperkuat keharmonisan antar suku, adat, dan budaya yang berbeda demi kelestarian Pura Medana serta kesejahteraan masyarakat Tanjung - Lombok Utara pada khususnya maupun masyarakat seantero Pulau Lombok pada umumnya. Astungkara... ^_^

Hmmm…
Namun melihat keadaan Pura Medana yang terbelengkalai dan bahkan memang hampir belum pernah mendapat sentuhan perbaikan sejak awal Pura Medana didirikan dengan ala kadarnya ini oleh para leluhur ratusan tahun yang lalu, maka dalam kesempatan penulisan blog ini pula, saya sekaligus memohon bantuan dan kesediannya kepada para pamedek umat sedharma dari seluruh penjuru tanah air, untuk turut serta memberikan haturan berupa dana punia bagi keberlangsungan rencana Penataan dan Pemugaran Pura Medana, Tanjung – Lombok Utara. Silahkan menghubungi saya melalui twitter saya:  @IGANSulastrini

Matur Suksma.



Patung Bhatara Ganesha

 

Kondisi awal sebelum pelaksanaan pemugaran tembok panyengker Pura Medana
 

Situasi terakhir pelaksanaan pemugaran tembok panyengker Pura Medana
 


Hmmm…
Bertepatan dengan peluncuran perdana blog kedua saya ini, saya juga tidak lupa mengucapkan turut berduka cita atas wafatnya mantan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew, seorang Bapak Bangsa yang mengagumkan, kontroversial, dan kharismatik yang telah berjasa besar mendirikan dan memajukan Negara Singapura.
Semoga cahaya dalam diri saya juga mampu secara luar biasa melakukan hal yang sama seperti Mr. Lee Kuan Yew, mampu membawa suatu wilayah atau Negara Indonesia ini pada umumnya, yang akan saya rintis, saya berikan segenap curahan buah pemikiran, energi, dan juga berbagai macam ilmu pengetahuan (dimanapun saya berada) sehingga nantinya berubah menjadi sebuah wilayah/Negara yang multirasial, maju, makmur, dan sejahtera… AMIN AMIN AMIN
 


^_^



Dari Tanjung Menuju Seluruh Penjuru Dunia
God Bless :)))