Bertepatan dengan Hari
Purnamaning Kapat, blog ini saya tulis sebagai peringatan dinobatkannya Abhiseka
Ida Bhatara Leluhur Agung I Gusti Abian Nengah (cicit dari Ida Bhatara Leluhur Shri Bhagawan Patih Panulisan
I Gusti Dauh Bale Agung) pada tahun 1600 di Garba Kuncara Giri / Desa Sibetan -
Karangasem , yang merupakan Leluhur Agung dari I Gusti Ayu Nyoman Sulastrini. Ditelusuri Ida Bhatara Shri Bhagawan Patih Panulisan I Gusti Dauh Bale Agung sendiri adalah udhek-udhek (keturunan keenam) dari Shri Maharaja Rakai Halu Shri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa yang dikenal secara nasional sebagai Raja Airlangga putra dari Maharaja Udayana. Maharaja Airlangga adalah seorang pendiri Kerajaan Kahuripan yang lahir pada tahun 990 dan memerintah Kerajaan Kahuripan dari tahun 1009 - 1049.
Sang Ratu Maruhani Shri Dharmodayana Warmadewa (Raja Udayana)
⬇
Shri Maharaja Rakai Halu Shri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa ➡ Rsi Aji Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana (pandita)
⬇
Shri Wilatikta Brahmaraja I (Raja Jayasabha)
⬇
Sira Aryeng Kediri
⬇
Sira Aryeng Kepakisan
⬇
I Gusti Nyuh Aya
⬇
I Gusti Akah
⬇
Mahapatih Panulisan I Gusti Dauh Bale Agung ➡ Shri Bhagawan I Gusti Dauh Bale Agung (pandita)
Tersebutlah kerajaan pertama dan terbesar Bali
yaitu Kerajaan Gelgel yang dipimpin oleh Raja Dalem Waturenggong mengalami masa
keemasanya memimpin Bali dan tanah-tanah jajahan-Nya yang meliputi wilayah
Pasuruan, Belambangan, seluruh Jawa Timur, Lombok, Sumbawa, Gurun, hingga Gowa (1460-1550),
dimana kepemimpinn-Nya tersebut disertai beberapa Para Patih-Nya, dan salah
satu Patih andalan Sang Raja yang bernama Shri Bhagawan Patih Panulisan I Gusti
Dauh Bale Agung adalah Leluhur Agung I Gusti Ayu Nyoman Sulastrini.
Dimana Shri Bhagawan Patih
Panulisan I Gusti Dauh Bale Agung adalah seorang Patih yang memiliki
kecakapan menguasai bidang
arsitektur, kesusastraan, dan keagamaan, yang mana kecakapan di bidang
kesusastraan dan keagamaan didapat Sang Patih saat menjadi murid dari Sang Maha
Guru Mpu Nirartha / Ida Pedanda Wawu Rauh, yang mana ketiga bakat tersebut setelah 500 tahun / setengah
abad kemudian diturunkan kembali kepada salah satu ‘bintang warih’
diantara ribuan warih Arya Dauh / warih Sang Bhagawan Patih, yaitu kepada I Gusti Ayu Nyoman Sulastrini…….. @-}--
Hmmmmmm……
Hmmmmmm……
Hmmmmmm……
Setelah kepemimpinan
Raja Dalem Waturenggong digantikan oleh Sang Putra Mahkota yang bernama Dalem
Bekung, Kerajaan Gelgel menjadi lemah, hal itu dikarenakan pada jaman kepemerintahan
Raja Dalem Bekung, pola pikir raja muda ini telah mengalami perubahan. Raja
Dalem Bekung tidak mau lagi menerima usul, saran-saran, dan nasihat dari
keempat paman-Nya, dimana Raja Dalem Bekung yang mengambil sikap tak acuh, tidak
lagi mengikuti jejak almarhum ayahanda nan sakti Raja Waturenggong.
Akhirnya
terjadilah kekacauan, kerusuhan dan kejahatan karena Sang Raja dianggap tidak
berwibawa lagi. Puncaknya adalah saat salah satu istri Sang Baginda Raja yang berparas cantik
jelita, mengerti isyarat, dan juga manis tutur katanya yang bernama I Gusti Ayu
Samantiga itu, telah melakukan pengkhianatan yaitu berselingkuh dengan salah
satu Patih-Nya sendiri yang bernama I Gusti Ngurah Telabah. Karena Sang Baginda
Raja telah melihat cincin bermata mulia pemberian sebagai tanda cinta-Nya
kepada Sang Istri tapi kemudian telah dikenakan pula oleh Patih-Nya itu, sehingga
memicu kecemburuan dan kemarahan Sang Baginda Raja.
Akhirnya Baginda
Raja Dalem Bekung mengutus Patih lainnya untuk menghukum perilaku dratikrama Patih I Gusti Ngurah Telabah
yang telah serong kepada istri-Nya, utusan tersebut yang tak lain tak bukan
adalah putra dari Shri Bhagawan Patih Panulisan I Gusti Dauh Bale Agung (Patih
Ayahanda Raja Dalem Waturenggong) yang bernama Rakryan Patih I Gusti Dauh Pande Basa. Dimana jabatan seorang Rakryan Patih adalah Pejabat Negara yang tertinggi diantara 4 Pejabat Pelaksana Pemerintah. Rakryan Patih menduduki tempat sebagai Perdana Menteri / Menteri Utama / Maha Menteri, yang bersama-sama Raja dapat menjalankan kebijaksanaan Pemerintahan. Jabatan Rakryan Patih tersebut membawahi : Rakrayan Demung (Kepala Rumah Tangga Kerajaan), Rakryan Kanuruhan (Pemimpin Tugas-tugas Upacara), Rakryan Tumenggung (Panglima Kerajaan), dan Rakryan Rangga (pembantu Panglima).
Hukuman yang di
kehendaki oleh Raja Dalem Bekung, Patih I
Gusti Ngurah Telabah harus dihukum mati! Tetapi pelaksanaannya harus rahasia.
Tugas melaksanakan hukuman mati yang rahasia itu harus diselesaikan oleh Rakryan Patih
I Gusti Dauh Pande Basa. Kerahasiaan yang sangat ketat itu perlu dijaga, karena
Sang Raja yang tak berwibawa ini, pada dasarnya sangat takut kepada Patih I
Gusti Ngurah Talabah, hal itu dikarenakan Patih I Gusti Ngurah Telabah memiliki
keluarga yang sangat besar dan berpengaruh, di samping itu juga memiliki
pengikut yang kuat.
Sebagaimana halnya
bagi Rakryan Patih I Gusti Dauh Pande Basa, tugas ini adalah tugas dari Sang
Baginda Raja, tidak ada jalan untuk menolaknya. Perintah Raja, adalah Tugas
negara. Namun bagi Rakryan Patih I Gusti Dauh Pande Basa, guna melaksanakan
tugas yang sangat pelik dan berbahaya tersebut, agar sama-sama yakin akan
menjaga kerahasiaan tugas, Rakryan Patih I Gusti Dauh Pande Basa, mengajukan
syarat untuk mengadakan supata matetuwek,
semacam ikrar / sumpah / Haricandana
untuk tidak saling membocorkan rahasia tersebut, yang pelaksanaan ikrar / sumpah
/ Haricandana bertempat di Taman
Warapsari. Ikrar / sumpah / Haricandana Raja
Dalem Bekung kepada Rakryan Patih I Gusti Dauh Pande Basa, pada waktu itu
berbunyi :
Berkata Raja Dalem Bekung :
“......Yang Mulia Dewa di Gunung Agung, bila Patih I Gusti
Ngurah Telabah mati oleh Rakryan Patih I Gusti Dauh Pande Basa, bila saya
mengingkari janji membocorkan rahasia, agar Bhatara di Gunung Agung,
melipatgandakan kesalahan saya, agar menerima segala neraka dunia....”
Dijawab oleh Rakryan Patih I Gusti Dauh Pande Basa :
“.......Yang Mulia Dewa di Gunung Agung, andai kata tidak
terbunuh Patih I Gusti Ngurah Telabah, berkat usaha saya, agar segala derita
rakyat Balidwipa, semuanya saya yang menanggungnya, bersama-sama.......”
Apa yang telah
diikrarkan oleh Rakryan Patih I Gusti Dauh Pande Basa, ternyata dapat terwujud dan
tercapai. Patih I Gusti Ngurah Telabah terbunuh, oleh siasat Rakryan Patih I Gusti Dauh
Pande Basa, yang rapi dan sangat rahasia. Sehinggan kematian Patih I Gusti
Ngurah Telabah akibat pembunuhan menjadi menjadi samar dan kabur. Tidak di
ketahui pembunuhnya serta latar belakang terjadinya pembunuhan tersebut, hal
itu dikarenakan adalah berkat kelihaian serta wiweka Rakryan Patih I Gusti Dauh Pande Basa.
Diceritakan guna melaksanakan madurgama itu, Rakryan Patih I Gusti Dauh Pande Basa, lalu memerintahkan
seorang kepercayaannya, yang bernama Ki Capung, dalam rangka upaya dan usahanya
menempuh pelaksanaan pembunuhan Patih I Gusti Ngurah Telabah. Untuk
melaksanakan tugas yang rumit dan berat itu, Rakryan Patih Pande I Gusti Basa kemudian
memberikan Ki Capung sebilah keris, yang bernama Ki Palangsoka.
Setelah diberi tugas oleh
Rakryan Patih I Gusti Dauh Pande Basa, yang diiringi dengan pesan agar Ki Capung sangat
hati-hati dan merahasiakan sekali tugas pembunuhan ini, kemudian Ki Capung
segera mencari orang ke Kuta. Ki Capung mengetahui bahwa orang yang berasal
dari Kuta ini sangat dendam kepada Patih I Gusti Ngurah Telabah.
Setibanya di Kuta dan bertemu dengan orang yang dicarinya, Ki
Capung segera memberikan petunjuk kepada Orang Kuta ini, agar membunuh Patih I
Gusti Ngurah Telabah yang pernah menyiksanya habis-habisan dimasa yang silam.
Setelah memberi petunjuk singkat, Ki Capung lalu mengalihkan
pemberian Keris Ki Palangsoka, sebagai senjata untuk menyelesaikan tugas berat
dan rahasia itu. Orang Kuta ini pun menyanggupi untuk melaksanakan tugas berat
dan rahasia itu. Dia menjadi ingat betapa kejamnya Patih I Gusti Ngurah Telabah
waktu menyiksa dirinya dahulu. Sekaranglah ada kesempatan untuk membalaskan
dendamnya.
Dengan tiada membuang-buang waktu lagi, Orang Kuta itu langsung menuju ke Puri Patih
I Gusti Ngurah Telabah. Kebetulan I Gusti Ngurah Talabah pada waktu itu sedang
berada di Purinya. Tanpa permisi, orang dari Kuta itu langsung menikamkan Keris
Ki Palangsoka ke dada Patih I Gusti Ngurah Telabah. Setelah sempat memperhatikan
siapa gerangan yang telah menikamnya itu, betapa amarah Patih I Gusti Ngurah Telabah, karena Sang Patih kini
teringat, orang yang menikamnya itu adalah Orang Kuta yang pernah disiksanya dahulu.
Dengan dibakar oleh nafsu amarah dan dendam yang tak tertahankan, sebelum
menghembuskan nafas penghabisan, Patih I Gusti Ngurah Telabah sempat menikam balik
Orang Kuta tersebut dengan Keris Tinjak Lesung, sehingga Orang Kuta juga
sama-sama menemui ajalnya saat itu juga.
Setelah Patih I Gusti Ngurah Telabah terbunuh, Ki Capung segera
melaporkan kepada Rakryan Patih I Gusti Dauh Pande Basa, bahwa tugasnya telah
dapat ditunaikan dan diselesaikan dengan baik. Selanjutnya setelah menerima
laporan dari Ki Capung, Rakryan Patih I Gusti Dauh Pande Basa segera menghadap
ke Puri Swecapura, dan melaporkan tugas untuk membunuh Patih I Gusti Ngurah Telabah
telah berhasil dengan gemilang. Tetapi Ki Capung yang merasa bangga karena
keberhasilannya untuk membunuh Patih I Gusti Ngurah Talabah, menjadi terlalu
sombong dan sesumbar. Setiap bertemu siapa saja Ki Capung selalu menceritakan
keberhasilannya membunuh Patih I Gusti NgurahTelabah itu. Ulah Ki Capung yang
sesumbar itu dianggap sangat berbahaya oleh Rakryan Patih I Gusti Dauh Pande
Basa, dan agar jangan sampai terbongkar lebih jauh lagi, berencanalah Rakryan Patih
I Gusti Dauh Pande Basa membunuh Ki Capung. Tetapi itu pun juga semata-mata
untuk menjaga rahasia Raja Dalem Bekung.
Dasarnya memang Rakryan
Patih I Gusti Dauh Pande Basa memiliki
bakat sebagai ahli siasat kerajaan dan wiweka, pada suatu malam Ki Capung
diajaknya bepergian oleh Sang Patih. Tiba-tiba di tengah jalan Rakryan Patih I
Gusti Dauh Pande Basa mengatakan kepada Ki Capung bahwa ada barang yang tertinggal
di Purinya. Akhirnya Ki Capung pun diperintahkan untuk mengambil barang
yang tertinggal di Purinya tersebut. Setelah sesampainya Ki capung di dalam
Puri, ternyata pintu masuk Puri sudah terkunci. Melihat pintu telah terkunci,
Ki Capung lalu memanjat tembok Puri. Pada saat Ki Capung berada di atas tembok,
dia ditegur keras oleh para pengawal Puri Rakryan Patih I Gusti Dauh Pande Basa
sendiri. Dan belum sempat Ki Capung menjawabnya, tiba-tiba Ki Capung terjatuh
ke dalam halaman Puri. Tanpa ampun para Pengawal Puri Rakryan Patih I Gusti
Dauh Pande Basa menombak Ki Capung, sampai tembus dadanya, dan mati seketika
itu juga.
Mendengar berita
bahwa Ki Capung mati terbunuh di dalam Puri Rakryan Patih I Gusti Dauh Pande
Basa, istri Ki Capung menjadi sangat sedih. Akibat muncung mulut istri Ki
Capung tersebut yang dikarenakan kesedihannya menyesali terbunuhnya suaminya Ki
Capung, kemudian istri Ki Capung ini mulai membuka tabir rahasia kematian Patih
I Gusti Ngurah Telabah, yang terus berkembang menjadi pembicaraan diberbagai
tempat. Sehingga pada akhirnya peristiwa pembunuhan Patih I Gusti Ngurah Telabah
sampai juga ke telinga I Gusti Kanca, yaitu
putra Patih I Gusti Ngurah Telabah.
I Gusti Kanca segera manghadap Raja Dalem Bekung ke Puri Swecapura,
untuk memohon keterangan yang jelas tentang kematian ayahnya itu, yang juga
membawa-bawa nama Rakryan Patih I Gusti Dauh Pande Basa. Sesuai dengan berita
yang terbetik di masyarakat, I Gusti Kanca datang memohon kepada Raja Dalem Bekung
agar Rakryan Patih I Gusti Dauh Pande Basa diambil sumpah / Haricandane; sekiranya jika Rakryan Patih
I Gusti Dauh Pande Basa membantah melakukan pembunuhan ayahnya.
Raja Dalem Bekung pun memenuhi permohonan I Gusti Kanca.
Kenyataan ini berarti bahwa Raja Dalem Bekung yang lemah dan tidak berwibawa
ini tidak setia kepada janji yang telah diikrarkan bersama-sama Rakryan Patih I
Gusti Dauh Pande Basa di Taman Warapsari beberapa waktu lalu tersebut.
Tetapi setelah Rakryan Patih I Gusti Dauh Pande Basa diberi tahu akan diambil
sumpah oleh Raja Dalem Bekung, Rakryan Patih I Gusti Dauh Pande Basa menolak
untuk diambil sumpah dalam peristiwa kematian Patih I Gusti Ngurah Telabah. Namun
karena prinsip dalam usaha menegakan dharmeng
ksatrya untuk melaksanakan Tugas Negara, resiko apapun yang akan terjadi
harus ditanggung. Yang mana memang sudah merupakan ketetapan hati dan panggilan
jiwa ksatria dari Rakryan Patih I Gusti Dauh Pande Basa.
Sebelum akan turun ke medan dananlaga untuk menunaikan dharmeng ksatrya, Rakryan Patih I Gusti
Dauh Pande Basa memohon pamit kepada Ayahandanya Shri Bhagawan Patih Panulisan
I Gusti Dauh Bale Agung. Saat pamit pada ayahandanya tersebut, Rakryan Patih I
Gusti Dauh Pande Basa mengemukakan secara rinci proses tugas yang berat dan
sangat rahasia itu, hingga terjadi periswtiwa terbunuhnya Patih I Gusti Ngurah
Telabah. Demikian pula mengenai prilaku tidak ksatria Raja Dalem Bekung yang
ingkar janji.
Wejangan Shri Bhagawan Patih Panulisan I Gusti Dauh Bale Agung
dalam menanggapi keterangan putranya adalah; lebih baik menunaikan dharmeng
ksatrya di ujung keris dan di medan dananlaga, dari pada melakukan sumpah /
Haricandana. Kalau yang gugur dalam
medan pertempuran, saat menunaikan dharmeng
ksatrya, subha-subha karmanya,
adalah bagi mereka yang bersangkutan. Sedangkan kalau terkena sumpah / Haricandana adalah yang terkena adalah sumpah tujuh turunan.
Jika disimak dan dikaji, betapa bijak dan mulia wejangan Shri
Bhagawan Patih Panulisan I Gusti Dauh Bale Agung , yang telah menjadi
panglingsir, dan berkedudukan sebagai rokhaniwan dan rakawi, dimana telah membenarkan
sikap dan tindakan ksatria sang putra untuk mengangkat senjata, demi tegaknya dharmeng ksatrya, dalam hidup dan
kehidupan……..
(I Gusti Ayu Nyoman Sulastrini merasa sangat bangga menjadi warih
/ keturunan para Ksatria Utama Perkasa Wibawa ini @-}--)
Belum usai
pembicaraan dalam menghadapi pertempuran, putra, ayah, dan kakyang, Warih
Aryeng Kapakisan tersebut (dimana Rakryan Patih I Gusti Dauh Pande Basa juga
mengajak putranya yang bernama I Gusti Dauh Wayahan Byasama untuk bertempur), terdengarlah
dari tempat pertempuran sorak-sorai musuh yang menggempur. Taman Warapsari
telah di kepung oleh pasukan musuh, gabungan pasukan I Gusti Ngurah Kanca,
dengan pasukan di bawah pimpinan Kryan Abian Tubuh. Sedang pasukan gabungan Rakryan
Patih I Gusti Patih Pande Basa, dipimpin oleh Kryan Manginte dan Kryan
Pandarungan. Karena kekuatan tak seimbang, lagi pula pasukan gabungan Rakryan Patih
I Gusti Dauh Pande Basa yang berada di sebelah timur tukad Unda, ternyata malah
tidak dapat membantunya karena dihalangi oleh banjir bandang. Dalam pertempuran
seperti sagara capuh itu, akhirnya
seluruh keluarga Rakryan Patih I Gusti Dauh Pande Basa gugur sebagai ratna mutu manikam dalam perang puputan
yang habis-habisan tersebut.
Walaupun seluruh keluarganya telah caput habis-habisan, demi
tegaknya ajaran nsusatyeng ratu mwang
susatyeng nagara, Shri Bhagawan Patih Panulisan I Gusti Dauh Bale Agung,
yang mabhawanta kepada Mpu Nirartha, tetap
juga menghadap Raja Dalem Bekung ke Puri setiap hari untuk memperingati
gugurnyapara putra dan cucu-cucunya saat menunaikan dharmeng ksatrya, dalam medan dananlaga. Dan di hari tuanya tersebut
Shri Bhagawan Patih Panulisan I Gusti Dauh Bale Agung, sempat juga menulis
karya sastra yang berjudul Arjuna
Pralabda.
Selain dari Shri Bhagawan Patih Panulisan I Gusti Dauh Bale Agung, yang masih
hidup lagi adalah I Gusti Ayu Singharsa,
istri dari I Gusti Dauh Wayahan Byasama, yang sedang dalam keadaan hamil tua
saat suami, mertuanya, dan seluruh keluarga besarnya tersebut berperang puputan
/ habis-habisan melawan pasukan gabungan I Gusti Kanca dan Pasukan Kerajaan
Gelgel, sehingga I Gusti Ayu Singharsa pergi melarikan diri sendirian dengan
berjalan kaki dari Kerajaan Gelgel-Klungkung sejauh puluhan kilometer bersembunyi
menuju ke dalam hutan lebat di Karangasem, demi menyelamatkan satu-satunya
warih dari Shri Bhagawan Patih Panulisan I Gusti Dauh Bale Agung yang masih
berada di dalam kandungannya.
I Gusti Ayu Singharsa adalah Putri I Gusti Ngurah Sidemen.
Berkat perlindungan ayahandanya I Gusti Ngurah Sidemen, I Gusti Ayu Singharsa
yang sedang hamil tua itu dapat terpelihara nyawanya, sehingga Warih Arya
Kapakisan Dauh Bale Agung, tidak camput, hingga berkembang pada era masa sekarang
ini (salah satunya ‘bintang warih’ I Gusti Ayu Nyoman Sulastrini).
Setelah I Gusti Ayu Singharsa dapat diselamatkan oleh
ayahandanya dari kejaran pasukan gabungan I Gusti Kanca dan Pasukan Kerajaan
Gelgel yang terus-menerus menyelidiki dimanakah tempat persembunyian I Gusti
Ayu Singharsa. Untuk menghindari pasukan gabungan itu , I Gusti Ngurah Sidemen,
lalu menyembunyikan putrinya, di pegunungan di Desa Sibetan yang disebut Garba
Kuncara Giri, yang menjadi lokasi Pura Garba.
 |
Merajan Kawitan Abian Nengah, Sibetan, Karangasem |
 |
Pemandian Keramat Telaga Tista, Bebandem, Karangasem |
Setelah beberapa bulan berselang, akhirnya tibalah
saatnya I Gusti Ayu Singharsa yang telah berada aman di tempat persembunyiannya
untuk bersalin. Dari persalinannya tersebut, lahirlah seorang putra yang gagah
dan sempurna, yang bernama Abhiseka I Gusti Abian Nengah. Betapa bahagia hati I
Gusti Ngurah Sidemen, mendengar berita kelahiran cucunya pada waktu itu.
Kebahagiaan sang kakek bertambah lagi, karena dengan kelahiran cucunya itu, Abhiseka
I Gusti Abian Nengah akan merupakan satu-satunya cicit yang akan menyambung
warih, Shri Bhagawan Patih Panulisan I Gusti Dauh Bale Agung, yang telah musnah
dan nyaris camput itu. Shri Bhagawan Patih Panulisan I Gusti Dauh Bale Agung sendiri adalah warih dari Leluhur Agungnya yang bernama Ida Bhatara Leluhur Sira Nararya Kapakisan. Sehingga seluruh warih dari I Gusti Abian Nengah dikenal sebagai Arya Dauh.
Setelah I Gusti Abian Nengah beranjak dewasa, atas
bantuan sang kakiang I Gusti Ngurah Sidemen, I Gusti Abian Nengah dinobatkan
sebagai penguasa Desa Sibetan. Upacara penobatan itu terjadi di sekitar tahun
1600 Masehi, yang bertepatan di Hari Purnamaning Kapat, sehingga I Gusti Abian
Nengah, dikenal dengan nama I Gusti Dauh Purnamaning Kapat.
 |
Bagan Leluhur Kawitan Arya Kepakisan Dauh Bale Agung
|
Hmmmmmm……
Karib-karibku di seluruh
penjuru dunia, demikianlah sekiranya asal mula Sejarah Ida Bhatara Leluhur
Agung dari Arsitek I Gusti Ayu Nyoman Sulastrini…….. @-}--
 |
Architect I Gusti Ayu Nyoman Sulastrini
|
@-}-- GBU @-}--
#AYUSULASTRINI6810NERANGJAGAT
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar