Minggu, 01 Januari 2017

INVESTORS 90 2 BALI








"Selamat Tahun Baru!” “Happy New Year!”

Blog ke-9 dari Blog Ayu Sulastrini for International Architecture : Investors Go To Bali, saya tulis untuk membuka Tahun Baru 1 Januari 2017 dan juga berkaitan dengan terpilihnya Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat terkaya sepanjang sejarah di negara adi daya tersebut.
Lalu apa hubungannya dengan Presiden Amerika Serikat itu??????
Dimana telah diketahui Presiden Amerika Terpilih Donald Trump adalah juga seorang pengusaha di bidang real estate, perhotelan, perkantoran, klub, kasino, lapangan golf, serial realita televisi, dan juga ajang nona-nona sejagat yang sukses yang memiliki jaringan di seluruh dunia. Sehingga dilansIR total nilai kekayaan Donald Trump di tahun 2016 mencapai sekitar US$ 3,7 miliar (Rp 47,9 triliun), itupun setelah kekayaannya mengalami penurunan sebanyak US$ 800 juta (Rp 10,3 triliun) sejak tahun lalu.
Dengan memiliki kekayaan pribadi sejumlah US$ 3,7 miliar (Rp 47,9 triliun) di tahun 2016 tersebut, membuat Donald Trump siap menggunakan seluruh dana miliknya untuk tujuan kampanye sebagai Presiden Amerika Serikat dan menolak menerima dana kampanye dari pendonor. Sejauh ini, untuk berkampanye menjadi Presiden Amerika Serikat, Donald Trump telah mengeluarkan dana hingga US$ 50 juta (Rp 647,6 miliar).(Dimana sejauh pengamatan Ayu Sulastrini6810 pribadi; Donald Trump telah mengunjukan kekuatan srategi kampanyenya bukan hanya melalui citra elegan The American Dream Family, tapi juga Strategi Dana Kampanye dari kekayaan pribadinya adalah sebuah Strategi Kampanye kedua kubu Donald Trump yang sangat jitu untuk membangun kepercayaan dan image sebagai seorang ‘presiden pembawa harapan kemakmuran’ bagi rakyat Amerika Serikat).
TERBUKTI! kedua strategi kampanye Donald Trump tersebut menjadikannya sebagai pemenang Pemilihan Presiden Amerika Serikat di tahun 2016 ini.



Presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump bersama Calon Ibu Negara Meliana Trump dan sang putra Barron Trump
 

Presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump di rumah mewahnya yang berlapis emas
 

Barron Trump bermain golf di rumah ayahnya Presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump yang berlapis emas (like father like son)
 

Rumah mewah Presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump yang berlapis emas
 

Rumah mewah Presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump yang berlapis emas
 

Rumah mewah Presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump yang berlapis emas
 

Rumah mewah Presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump yang berlapis emas




NAH!!!!!!!! Presiden terkaya Amerika Serikat ini pada tahun 2015, dengan Merk Trump Hotel Collection, sudah mengadakan persetujuan kerjasama dengan salah seorang Konglomerat Indonesia untuk membangun sebuah resort mewah di Bali, yang berlokasi di atas tebing terjal di sepanjang garis pantai yang memiliki pemandangan luas kearah Samudra Indonesia, yaitu tepatnya berada di kawasan Tanah Lot. Dimana resort mewah sekelas bintang enam tersebut akan menjadi resort pertama Trump Hotel Collection di Asia.
Kemudian Trump Hotel Collection kembali mengadakan kerjasama untuk mengelola sebuah resort bintang enam kedua di kawasan Bogor, Jawa Barat, yang dilengkapi fasilitas lapangan golf yang terintegrasi dengan fasilitas hiburan, rekreasi, kesehatan, dan perumahan elit. Selain itu, Trump Hotel Collection juga akan membangun sebuah taman rekreasi bertaraf internasional, yang diekspektasikan setingkat Disney Land Park.

Terkhusus mengenai investasi Trump Hotel Collection pada pembangunan resort bintang enam di Bali, kelak bukan tidak mungkin kesuksesannya akan menjadi magnet investor lain selanjutnya untuk ikut tertarik beramai-ramai ‘menanamkan pembangunan’ di Pulau Dewata ini. Maka dari itu, dengan penuh itikad baik, demi kelancaran pembangunan-pembangunan berskala internasional dan juga keajegan Pulau Bali, lebih awal saya menyampaikan sebuah “penerangan”, yang saya sampaikan kepada calon-calon investor dan generasi-generasi penerus pelaksanaan pembangunan Pulau Bali ini kedalam bentuk sebuah cerita mengenai SEJARAH AWAL MULA TERBENTUKNYA PERADABAN DAN KEHIDUPAN DI TANAH DEWATA INI........


Hmmmmmm........
Hmmmmmm........
Hmmmmmm........

Tersebutlah seorang Rsi yang bernama Rsi Markandeya adalah seorang Mahayogi dari keturunan Bhargawa (keturunan Maha Rsi Bregu / Avatara Parashuram / Avatara Visnu ke-6 di Jaman Tetra Yuga) dari India. Rsi Markandeya adalah putra dari Rsi Mrikandu dengan Dewi Marudvati.
(Rsi adalah seseorang yang karena pengetahuan agamanya / tokoh pemikir / filsuf / pejuang agama, yang secara fungsional sebagai pemimpin dalam melaksanakan upacara agama, dimana kedudukannya adalah merupakan seorang Brahmana / pemimpin agama. Rsi juga adalah seorang yang karena memiliki kemampuan untuk mengajar dalam rangka penyebarluasan ajaran Veda dan Dharma, maka secara fungsional adalah seorang guru. Seorang Rsi harus memiliki sifat rendah hati dan tahan uji, memiliki pandangan yang luas dan mampu menatap masa depan, mampu mengendalikan seluruh indria-indrianya, senang melakukan tapa, brata, yoga, samadhi. Karena itu seorang Rsi senantiasa selalu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai pemimpin agama seorang Rsi adalah pengayom yang memberikan keteduhan dan kesejukan kepada siapa saja yang datang untuk memohon bimbingannya).
Diceritakan Rsi Mrikandu dan Dewi Marudvati lama tidak dianugrahi keturunan, karena itu Rsi Mrikandu melakukan puja samadhi ke hadapan Bhatara Siwa memohon berkah keturunan. Berkat ketekunan dan pasrah berserah diri seutuhnya, akhirnya Bhatara Siwa berkenan hadir di hadapan Rsi Mrikandu.
Kepada Rsi Mrikandu, Bhatara Siwa bersabda akan mengabulkan permohonan Sang Rsi. Bhatara Siwa bersabda:
"Apakah kamu ingin seorang putra yang panjang umur berusia 100 tahun tapi bodoh?  Ataukah kamu ingin seorang putra yang baik dan pintar tapi berusia tak lebih dari 12 tahun?"
Dengan cepat Rsi Mrikandu berkata agar diberi anak yang baik dan pintar. Setelah Bhatara Siwa mengatakan akan mengabulkan permohonannya, Bhatara Siwa pun kemudian menghilang dari hadapan Rsi Mrikandu.
Setelah beberapa minggu akhirnya Dewi Marudvati mengandung, dan tak lama lahirlah seorang putra yang sangat tampan, yang kemudian diberi nama Markandeya.
Markandeya kecil tumbuh dengan cepat dan mampu menguasai ajaran suci Veda diusia yang masih sangat muda. Akhirnya tibalah Markandeya mendekati usianya yang ke-12 tahun. Rsi Mrikandu tak kuasa menahan kesedihannya, dan mulai menceritakan sabda Bhatara Siwa ketika dirinya memohon seorang anak kepada-Nya. Markandeya kecil berusaha menenangkan kedua orang tuanya, dan berkata dia akan segera mulai melakukan yoga samadhi memuja kepada Bhatara Siwa.
Setelah itu Markandeya kecil pergi ke sebuah pantai dan mulai membuat Siwa Linggam / arca pemujaan Bhatara Siwa, lalu Markandeya kecil mulai berdoa dengan khusuk memuja Bhatara Siwa. Markandeya kecil berdoa siang malam dengan sepenuh jiwa, sambil terus menyanyikan nama Bhatara Siwa disertai tarian memuja Bhatara Siwa.



Bhatara Siwa

Namun datanglah Bhatara Yama, sebagai Dewa Kematian Pencabut Nyawa, yang datang dengan bermaksud mengambil roh Markandeya. Berkat ketulusan doa Markandeya kepada Bhatara Siwa, Markandeya akhirnya mendapat berkat dari Bhatara Siwa.
Disaat Bhatara Yama hendak mengambil roh Markandeya, Bhatara Siwa muncul di hadapan Bhatara Yama dan menusuk sang Dewa Kematian itu dengan senjata Trisula-Nya. Bhatara Yama pun tewas. Para Bhatara-Bhatari penghuni swarga loka lainnya yang menyaksikan kejadian tersebut, segera bersujud kepada Bhatara Siwa memohon supaya Bhatara Yama dihidupkan kembali, karena tanpa ada yang menjaga kematian, dunia ini tidak akan seimbang. Semua makhluk akan lahir tanpa adanya kematian, pergantian alam tidak akan seimbang.
Akhirnya Bhatara Siwa berkenan menghidupkan kembali Bhatara Yama dengan syarat tidak akan menyentuh Markandeya. Markandeya akan menjadi manusia abadi dan selalu berusia 12 tahun. Mendengarkan syarat dari Bhatara Siwa tersebut, seluruh Bhatara-Bhatari penghuni swarga loka sepakat menyetujui, sehingga Markandeya tetap hidup dan mendapatkan anugerah kehidupan abadi tersebut.
Markandeya berparas sangat tampan dan mempunyai banyak ilmu. Dimana nantinya Markandeya akan bepergian keliling dunia untuk melakukan Dharma Yatra, yaitu menyebarkan ajaran kebaikan kepada seluruh umat manusia.
Setelah Markandeya mencapai gelar Rsi Markandeya, yang juga dikenal dengan nama Mrityunjaya yang berarti "yang tidak kena kematian". Rsi Markandeya juga dikenal sebagai Kalasamhara Murti atau "dapat melihat wujud Bhatara Siwa," atau disebut Kalari, " Dia mampu berwujud Bhatara Siwa atau Bhatara Siwa yang kedua".
Disebutkan Rsi Markandeya lama membujang, akhirnya Sang Rsi memperistri seorang Dewi Dumara dan melahirkan seorang putra bernama Dewa Sirah. Setelah putranya tersebut tumbuh dewasa dan juga mendapat pencapaian menjadi seorang Rsi yang bergelar Rsi Dewa Sirah, Rsi Markandeya berkeinginan mengembangkan ajaran Yoga. Melaksanakan keinginannya tersebut, kemudian Rsi Markandeya menuju daerah selatan India. Setelah mengembangkan ajaran Yoga di India Selatan, Rsi Markandeya meneruskan perjalanannya hingga sampailah Sang Rsi di bumi Nusantara dengan beberapa murid Sang Rsi yang telah siap turun gunung. 
Rsi Markandeya datang ke bumi Nusantara pada tahun 158 Masehi, Sang Rsi  mulai melaksanakan tapa samadhi di lereng Pegunungan Dieng, Jawa Tengah. Akan tetapi tiap malam Sang Rsi selalu didatangi oleh mahluk-mahluk halus / wong samar. Mahluk-mahluk halus / wong samar itu adalah mahluk-mahluk yang berupa dedemit, jin, setan, hantu, dan sebagainya, penghuni goa-goa, jurang-jurang yang dalam, batu-batu besar, atau pohon-pohon yang besar. Semua mahluk-mahluk halus / wong samar itu terus datang mengganggu Rsi Markhandeya saat melaksanakan tapa samadhi. Maka terpaksalah Sang Rsi meninggalkan tempat bertapanya di lereng Pegunungan Dieng  tersebut dan pergi ke arah timur dan akhirnya sampai di lereng Pegunungan Hyang Argapura di Jawa Timur. Namun di lereng Pegunungan Hyang Argapura sudah ada pertapaan Rsi Trenawindhu yang merupakan murid dari Sang Hyang Maha Rsi Agastya. Dan itulah sebabnya Maha Yogi Rsi Markandeya  pergi lagi ke tempat lain, yaitu menuju ke lereng Gunung Raung yang masih bersebelahan dengan Pegunungan Hyang Argapura. Di lereng Gunung Raung inilah Sang Rsi mulai melaksanakan tapa samadhi kembali dan juga membangun pasraman.

Sehingga pada suatu hari, Sang Rsi mendengar sabda dari angkasa dan melihat sebuah sinar menjulang ke angkasa, sabda tersebut berasal dari Sang Hyang Jagatnatha. Sang Hyang Jagatnatha bersabda untuk memerintahkan Rsi Markandeya pergi terus ke arah timur, dimana tanah di sebelah timur Jawa tersebut  adalah Stana Para Bhatara bersemayam yaitu di Gunung Tohlangkir atau yang sekarang disebut Gunung Agung. Sabda Sang Hyang Jagatnatha juga menerangkan bahwa Gunung Agung adalah merupakan potongan Gunung Maha Meru yang di bawa Sang Hyang Pasupati untuk mengunci dunia. Akhirnya demi melaksanakan sabda dari Sang Hyang Jagatnatha, Maha Yogi Rsi Markandeya terus pergi ke arah timur disertai oleh pengikutnya sebanyak 400 orang Yogi.
Kemudian terlihatlah sederetan gunung-gunung dari barat ke timur yang berjejer berwarna hijau nan subur, dimana jauh di timur tampaklah puncak Gunung Agung yang menjulang tinggi. Maha Yogi Rsi Markandeya dengan segera mengumumkan kepada para Yogi pengikutrnya yang berjumlah 400 orang tersebut, untuk segera bekerja membuka lahan baru. Namun syak disangka, dalam pelaksanaan pembukaan lahan baru, rombongan para Yogi Sang Rsi mengalami banyak musibah; seperti binatang-binatang buas banyak yang menerkam saat para Yogi bekerja merabas hutan. Selain itu banyak pula para Yogi Sang Rsi yang terserang wabah penyakit hingga banyak yang jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia, dan berbagai macam bentuk kejadian aneh mematikan lainnya.
Melihat kenyataan ini, Sang Rsi merasa sangat sedih dan kecewa, dan beliau berpikir pasti ada sesuatu yang kurang beres dalam pelaksanaan sabda Sang Hyang Jagatnatha ini. Akhirnya Maha Yogi Rsi Markandeya memutuskan untuk kembali ke Gunung Raung bersama para Yogi yang masih tersisa. Sesampainya di Gunung Raung, Rsi Markandeya melakukan tapa samadhi kembali untuk memohon petunjuk kepada Sang Maha Pencipta. Setelah selesai melaksanakan tapa samadhi, Sang Rsi kembali memberitahukan kepada para Yogi pengikut-pengikutnya tentang rencana untuk kembali ke sebelah timur pulau. Kali ini Maha Yogi Rsi Markandeya mengikutsertakan para Yogi lainnya, sehingga kembali terkumpul orang-orang yang sebagian besar berasal dari Desa Aga yang berjumlah kurang lebih 800 orang, yang kini dilengkapi dengan alat pertanian, termasuk sejumlah bibit sarwapala yang dibawa untuk pembukaan lahan baru.
 Setibanya di timur pulau dan sebelum merabas hutan, diadakan upacara yang dipimpin langsung oleh Maha Yogi Rsi Markandeya beserta para Panditha, Rsi, dan para Yogi lainnya. Upacara ini memohon kepada Sang Hyang Pencipta dan Ibu Pertiwi agar diperkenankan untuk mengolah lahan yang akan dijadikan pertanian. Tak lupa pula dimohonkan agar wabah penyakit dan binatang-binatang buas tidak menjadi kendala untuk pelaksanaan sabda Sang Hyang Jagatnatha untuk membuka lahan baru.
Setelah upacara yang dipimpin oleh Maha Yogi Rsi Markandeya selesai, maka dilanjutkan dengan prosesi penanaman sarana yang disebut Panca Datu (5 jenis logam, yaitu : perak, tembaga, emas, besi, dan timah, disertai pula permata mirah). Dimana kelima unsur elemen logam tersebut adalah merupakan sarana dan prasyarat agar pengolahan lahan baru ini berjalan lancar. Selanjutnya Maha Yogi Rsi Markandeya memberi nama Basuki pada proses penanaman Panca Datu tersebut, karena Basuki memiliki arti rahayu atau selamat. Saat ini nama Basuki menjadi Basukih dan akhirnya dikenal dengan nama Desa Besakih yang berada di lereng Gunung Agung. Serta dimana tempat tinggal Sang Rsi juga didirikan sebuah pura yang dinamakan Pura Besakih.



Maha Yogi Rsi Markandeya memberikan Panca Datu kepada para Yogi pengiringnya




Pura Besakih kuno

Pura Besakih kuno
 
Denah Pura Besakih


Demikian pula disaat Maha Yogi Rsi Markandeya membagi-bagikan sawah dan ladang kepada para Yogi pengikutnya, maka tempat tersebut diberi nama Desa Puwakan (puwakan = pembagian). Di tempat dimana Maha Yogi Rsi Markandeya beryoga disebut Desa Payogan. Selanjutnya di Desa Taro (taro = taru, taru = kayu, kayu berarti kayun, kayun = keinginan, dalam hal ini berarti memiliki keinginan suci dan berpikiran suci), yang artinya tempat dimana sang Maha Yogi mengajarkan ajaran-ajaran suci dan pikiran-pikiran suci.
Selanjutnya kepada para pengikut-pengikut Sang Rsi yang berasal dari Desa Aga tersebut saat ini dikenal sebagai Bali Aga yang berarti orang-orang dari Desa Aga yang melakukan bebali = kurban suci. Maka semenjak saat itulah tanah di timur pulau ini dikenal dengan nama Pulau Bebali / Bali. Maha Yogi Rsi Markandeya pun mengajarkan sistem bertani yang dikenal dengan sistem Subak dan mengajarkan sistem bermasyarakat yaitu Banjar Adat. Kemudian di tempat dimana Sang Rsi mengajarkan agama, akhirnya dikenal dengan sebutan Desa Payangan (payangan berasal dari kata Para Hyangan yang berarti Para Bhatara).  
Sebelum Maha Yogi Rsi Markandeya beserta para Yogi pengikutnya membuka lahan baru di tempat yang akhirnya disebut dengan Pulau Bali ini, Pulau Bali memang telah lama kosong tidak berpenghuni, penduduk asli Pulau Bali terakhir ada di saat terjadi perkelahian mati-matian antara 2 kera sakti Subali dan Sugriwa (yang seharusnya sedang bertugas mencari Dewi Sinta), dimana merupakan 2 kera sakti pasukan andalan raja kera putih sakti - Prabu Hanoman yang hidup di Jaman Tetra Yuga. Jadi, setelah Raja Raksasa Rahwana dikalahkan oleh Prabu Ramachandra, Jaman Tetra Yuga ditutup dengan mengalami pralaya / kiamat.
Di Pulau Bali sendiri di Jaman Tetra Yuga hiduplah Avatara Waman / Avatara Visnu ke-5, yang berwujud raga anak-anak / manusia cebol yang membawa payung. Bhatara Visnu turun ke dunia dalam wujud brahmana cilik / cebol tersebut bertujuan untuk menegakkan kebenaran dengan memberi pelajaran kepada Raja Mahabali. Dimana Raja Mahabali telah merebut swarga loka dari kekuasaan Bhatara Indra, karena itu Bhatara Visnu pun turun tangan dan menjelma ke dunia, memberi hukuman kepada Raja Mahabali.
Selanjutnya, Waman sebagai brahmana cilik / cebol datang ke istana Raja Mahabali. Waman mendatangi istana Raja Mahabali karena pada saat itu Raja Mahabali mengundang seluruh para brahmana untuk diberikan hadiah. Raja Mahabali sebenarnya sudah dinasehati oleh Guru Sukracarya agar tidak memberikan hadiah apapun kepada seorang brahmana yang aneh dan lain daripada biasanya. Pada waktu pemberian hadiah, terlihatlah oleh Raja Mahabali seorang brahmana cilik / cebol muncul di antara para brahmana yang sudah berusia lanjut. Brahmana cilik /cebol itupun akhirnya diberi hadiah oleh Raja Mahabali.
Atas permintaan Raja Mahabali sendiri, brahmana cilik / cebol itupun diperintahkan mengajukan sebuah permintaan. Maka Waman meminta tanah seluas tiga jengkal yang diukur dengan langkah kakinya. Permintaan brahmana cilik /cebol itu membuat Raja Mahabali menjadi takabur dan melupakan nasihat Guru Sukracarya. Sang Raja pun menyuruh brahmana cilik / cebol itu melangkah.
Pada waktu itu juga secara syak disangka, brahmana cilik / cebol tersebut membesar dan terus membesar. Dengan ukurannya yang sangat besar, brahmana cilik / cebol itu mampu melangkah di surga dan bumi sekaligus. Pada langkah yang pertama, ia menginjak surga. Pada langkah yang kedua, ia menginjak bumi. Pada langkah yang ketiga, karena tidak ada lagi lahan untuk brahmana cilik / cebol berpijak, maka Raja Mahabali menyerahkan kepalanya untuk diinjak. Sejak itu, tamatlah kekuasaan Raja Mahabali. 


Waman Avatara / Avatara Visnu ke-5


“‘Kapanpun dan dimanapun pelaksanaan Dharma merosot dan hal-hal yang bertentangan dengan Dhrama merajalela, pada waktu itulah Aku Sendiri menjelma (Shri Krishna), wahai Putra Keluarga Bharata (Arjuna). Untuk menyelamatkan orang saleh, membinasakan orang jahat, dan untuk menegakkan kembali prinsip-prinsip Dharma. Aku sendiri menjelma pada setiap jaman (Yuga)”




Sehingga setelah Jaman Tetra Yuga pralaya, di Jaman Kali Yuga ini Maha Yogi Rsi Markandeya beserta para Yogi pengikutnyalah (sesuai dengan sabda dari Sang Hyang Jagatnatha) yang kembali mengisi kekosongan penghuni di Pulau Bali. Setelah memastikan Pulau Bali merupakan titik sinar yang Sang Rsi lihat pada waktu melaksanakan tapa samadhi di Gunung Raung, dimana titk sinar yang Sang Rsi lihat tersebut adalah sebagai anugerah pencerahan, yaitu saat Sang Maha Pencipta mendatanginya dalam wujud sebagai sinar terang gemerlap yang menyerupai sinar matahari dan bulan. Maka dari itu, selain Pura Besakih, Rsi Markandeya pun membangun Pura Sad Kahyangan (6 pura utama yang menjadi sendi-sendi Pulau Bali) lainnya, yaitu :
-     Pura Uluwatu di Kabupaten Badung,
-     Pura Batukaru di Kabupaten Tabanan,
-     Pura Pusering Jagat / Puser Tasik di Kabupaten Gianyar,
-     Pura Goa Lawah di Kabupaten Klungkung,
-     Pura Tanah Lot di Kabupaten Tabanan,
-     Pura Lempuyang Luhur di Kabupaten Karangasem. 
 
Selanjutnya untuk memastikan jika suatu saat nanti di masa yang akan datang Pulau Bali akan tetap menjadi pulau suci, maka Rsi Markandeya berusaha melindungi Pulau Bali dengan cara memagari Pulau Bali dengan sinar-sinar suci di tempat-tempat lainnya, yaitu melalui proses pemagaran Pulau Bali ini yang terkait dengan penanaman Panca Datu di beberapa pulau yang mengelilingi Pulau Bali. Tujuan dari penanaman Panca Datu di pulau-pulau yang mengelilingi Pulau Bali ini adalah jikalau suatu saat sinar kesucian Pulau Bali mulai meredup akibat pola prilaku sekala - niskala dari penduduk Bali yang mulai tidak sesuai dengan ajaran Tri Kaya Parisudha / 3 perilaku suci dan Tri Hita Karana / 3 sumber kebahagian, maka sinar-sinar suci yang ditanam di pulau-pulau yang mengelilingi Pulau Bali inilah yang akan memberikan sokongan energi, supaya energi kesucian Pulau Bali tetap terjaga.
 Selain Pura Sad Khyangan, pura-pura lainnya yang sangat disucikan di Pulau Bali  yang terkelompokkan menjadi :
1.    Pura Dang Kahyangan (tempat pemujaan terhadap jasa seorang Maha Rsi / Maha Yogi / guru suci yang telah memberian ajaran agama kepada umat) :
-       Pura Dasar Buana di Kabupaten Klungkung
-       Pura Silayukti di Kabupaten Karangasem
-       Pura Candi Agung Gumuk Kancil di Banyuwangi
-       Pura Gunung Raung di Jawa Timur
-       Pura Bukit Sinunggal di Kabupaten Buleleng
-       Pura Pusering Jagat / Puser Tasik di Kabupaten Gianyar
-       Pura Rambut Siwi di Kabupaten Jembrana
-       Pura Tanah Lot di Kabupaten Tabanan
-       Pura Pulaki di Kabupaten Buleleng
-       Pura Gunung Payung di Kabupaten Badung
-       Pura Peti Tenget di Kabupaten Badung
-       Pura Uluwatu di Kabupaten Badung
-       Pura Sakenan di Kabupaten Badung, dsb
2.    Pura Kahyangan Rwa Bineda (tempat pemujaan Tuhan sebagai Sang Maha Pencipta 2 unsur utama alam semesta) :
-       Pura Besakih (Laki-laki)
-       Pura Ulun Danu Batur (Perempuan)
3.    Pura Kahyangan Padma Buana (9 arah mata angin tempat pemujaan Tuhan sebagai Sang Maha Pencipta di Bali) :
-       Pura Pusering Jagat / Puser Tasik di Kabupaten Gianyar (tengah)
-       Pura Puncak Ulun Danu Batur di Kabupaten Bangli (utara)
-       Pura Besakih di Kabupaten Karangasem (timur laut)
-       Pura Lempuyang Luhur di Kabupaten Karangasem (timur)
-       Pura Goa Lawah di Kabupaten Klungkung (tenggara)
-       Pura Andakasa di Kabupaten Karangasem (selatan)
-       Pura Uluwatu di Kabupaten Badung (barat daya)
-       Pura Luhur Batukaru di Kabupaten Tabanan (barat)
-       Pura Puncak Mangu di Kabupaten Badung (barat laut)

Disebutkan pula terdapat Pura Padma Bhuana Nusantara (9 arah mata angin tempat pemujaan Tuhan sebagai Sang Maha Pencipta di Indonesia) :
-       Bhatara Siwa arah tengah terletak di Kutai
-       Bhatara Visnu arah utara terletak di Kalimantan Timur
-       Bhatara Sambu arah timur laut terletak di Manado
-       Bhatara Iswara arah timur terlertak di Jayapura
-       Bhatara Maheswara arah tenggara terletak di Kupang
-       Bhatara Brahma arah selatan terletak di Bali
-       Bhatara Rudra arah barat daya terletak di Gunung Salak, Jawa Barat
-       Bhatara Mahadewa arah barat terletak di Padang
-       Bhatara Sangkara arah barat laut terletak di Batam


Tanpa membuang waktu, Rsi Markandeya kemudian melaksanakan perjalanan ke tanah Lombok dalam rangka menanam Panca Datu dan dalam rangka menandai titik-titik spiritual di tanah Lombok, yang suatu saat akan menjadi sumber energi spiritual yang bukan hanya akan menjaga keseimbangan pulau Lombok dan sekitarnya, akan tetapi juga akan menjadi sokongan energi spiritual untuk Pulau Bali, jika sinar dan cahaya Pulau Bali sudah mulai kotor / leteh akibat perbuatan-perbuatan asusila penduduknya dan ketidaktaatan keturunan Orang-orang Bali di masa yang akan datang dalam melaksanakan upacara-upakara seperti yang seharusnya dilaksanakan di jaman kehidupan para leluhurnya.
Sebelum menginjak tanah Lombok, jejak perjalanan suci Rsi Markandeya diawali terlebih dahulu dengan menapak di Pulau Nusa Penida, Klungkung. Setelah menandai titik-titik spiritual di Pulau Nusa Penida seperti di Pura Puncak Mundi, Pura Puncak Tunjuk Pusuh, Pura Puncak Tinggah, Pura Dalem Ped, Giri Putri, Pura Sekar Taji, dll, barulah Rsi Markandeya melanjutkan perjalanannya ke Pulau Lombok. 











 Pura Goa Giri Putri di Pulau Nusa Penida









Pintu masuk berdiameter 70 cm menuju tempat pemujaan Pura Goa Giri Putri di Pulau Nusa Penida






Areal pemujaan Pura Goa Giri Putri, pesona goa stalaktit, tinggi 10 m - 21 m, panjang 310 m, menampung 10000 orang umat


Setelah sampai di Pulau Lombok, Ida Hyang Maharsi Markandeya untuk pertama kali melaksankan yoga samadhi di Pura Puncak Gunung Sari, disini Sang Rsi ditemani oleh putranya yang bernama Ratu Ayu Manik Tirta Mas. Kemudian setelah itu, Ida Hyang Maharsi Markandeya melanjutkan yoga samadhi di Pura Puncak Baliku, disini Sang Rsi ditemani oleh istri beliau yang bernama Ida Ratu Niang Sarining Suci. Perjalanan selanjutnya Ida Hyang Maharsi Markandeya menandai titik Gunung Pengsong. Di Gunung Pengsong beliau bertemu dengan seorang wanita keturunan China yang sekarang dikenal dengan sebutan Ida Ratu Niang Gunung Pengsong atau di tanah Bali dikenal dengan nama Ida Hyang Bhatari Dewi Anjani.
Di Gunung Pengsong, Ida Hyang Maharsi Markandeya melakukan “kawin kesaktian” dengan Ida Hyang Bhatari Dewi Anjani. Jadi selama bertapa di Gunung Pengsong ini, Ida Hyang Maharsi Markandeya ditemani oleh Ida Hyang Bhatari Dewi Anjani. Dimana taksu (pancaran sakti atau energi maya sebagai kekuatan kharisma yang secara gaib dapat masuk kedalam diri seseorang, kekuatan dalam / inner power, kekuatan spiritual / spiritual power, atau kekuatan gaib / magical power) hasil “kawin kesaktian” dari Ida Hyang Maharsi Markandeya dan Ida Hyang Bhatari Dewi Anjani di Gunung Pengsong adalah merupakan bentuk dari taksu kesuburan, kemakmuran dan kesejahteraan. Setelah menyelesaikan proses pembangkitan sinar suci di Gunung Pengsong kemudian Ida Hyang Maharsi Markandeya dengan ditemani Ida Hyang Bhatari Dewi Anjani melanjutkan perjalanan ke Puncak Gunung Rinjani. Di Puncak Gunung Rinjani, Ida Hyang Maharsi Markandeya mengumpulkan energi dari semua titik-titik sinar-sinar suci di Pulau Lombok, yang suatu saat jika diperlukan akan dikirim ke Pulau Bali untuk menjaga kesucian Pulau Bali. Jadi di Puncak Gunung Rinjani tersebutlah, tempat dimana Ida Hyang Maharsi Markandeya menunggalkan semua sinar-sinar suci yang telah Sang Rsi dapatkan di seluruh penjuru Pulau Lombok. Sehingga hasil dari tugas penunggalan semua sinar-sinar suci di Pulau Lombok ini, di Puncak Gunung Rinjani itu juga, Ida Hyang Maharsi Markandeya bergelar dengan sebutan Ida Hyang Lingsir Maharsi Sukma Jati.
Setelah Ida Hyang Maharsi Markandeya merasa cukup membangkitkan titik-titk kesucian Pulau Lombok, kemudian Sang Rsi berencana melanjutkan perjalanan meninggalkan Pulau Lombok menuju ke Gunung Tambora yang terletak di Pulau Sumbawa. Sepeninggalan Ida Hyang Maharsi Markandeya menuju ke Gunung Tambora, Sang Rsi menyerahkan pengawasan kesucian Pulau Lombok kepada Ida Hyang Bhatari Dewi Anjani. Karena tugas yang maha berat ini, kemudian Ida Maharsi Markandeya menunggalkan juga semua sinar-sinar suci yang telah dikumpulkan selama masa pertapaan Sang Rsi bersama dengan Ida Hyang Bhatari Dewi Anjani, semenjak dari pertapaan di Gunung Pengsong sampai pertapaan di Puncak Gunung Rinjani. Hasil penunggalan sinar-sinar suci ini kemudian menyebabkan Ida Hyang Bhatari Dewi Anjani bergelar dengan sebutan Ida Hyang Bhatari Ambun Jagat.
Gelar Ida Hyang Bhatari Ambun Jagat ini mencerminkan bahwa Ida Hyang Bhatari Dewi Anjani adalah pengayom dan pelindung jagat Lombok dan sekitarnya. Sehingga sampai saat ini yang diyakini berstana dan merupakan Bhatara Lingsir di Puncak Gunung Rinjani adalah Ida Hyang Bhatari Dewi Anjani. Sepeninggal Ida Hyang Maharsi Markandeya, suatu saat ratusan tahun kemudian atas petunjuk spiritual yang diberikan oleh Ida Hyang Maharsi Markandeya, datanglah murid spiritual Sang Rsi yaitu yang bernama Ida Hyang Mpu Siddhimantra yang melaksanakan tapa samadhi di Puncak Gunung Rinjani untuk melanjutkan tugas Ida Hyang Maharsi Markandeya. Jadi di atas Puncak Gunung Rinjani terdapat 3 Ida Bhatara Lingsir yang menjadi pengayom dan penjaga kesucian Gunung Rinjani, yaitu: Ida Hyang Lingsir Maharsi Sukma Jati yang merupakan penunggalan dari Ida Hyang Maharsi Markandeya, Ida Hyang Bhatari Lingsir Ambun Jagat yang merupakan penunggalan dari Ida Hyang Bhatari Dewi Anjani, dan Ida Hyang Mpu Siddhimantra.
Sama seperti Ida Hyang Mpu Siddhimantra yang dipanggil oleh “Sang Guru Niskala” yaitu Ida Hyang Maharsi Markandeya untuk melanjutkan menjaga kesucian puncak-puncak di tanah Lombok, maka dengan cara yang sama seperti itulah halnya yang terjadi kepada Ida Hyang Maharsi Madura. Dimana Ida Hyang Maharsi Madura dipanggil ratusan tahun berikutnya ke tanah Lombok untuk melanjutkan tugas Ida Hyang Maharsi Markandeya untuk menjaga kesucian Pulau Lombok. Akan tetapi batasan Ida Hyang Maharsi Madura hanya dalam lingkup sebagai Ida Rsi Dalem Segara, dimana Ida Hyang Maharsi Madura hanya ditugaskan untuk menjaga kesucian laut Lombok. Kemudian titik suci yang dipilih oleh Ida Hyang Rsi Madura dalam melasanakan tapa samadhi dan menjaga kesucian laut-laut di Pulau Lombok, pada jaman sekarang ini dikenal dengan Pura Batu Bolong.



Hmmmmmm........
Hmmmmmm........
Hmmmmmm........

Setelah saya dengan panjang lebar balik ke masa silam untuk menguraikan sejarah terbentuknya peradaban awal di Pulau Bali…… Kembali saya akan membahas peradaban modern di Pulau Bali…… Saya akan membahas 1 isu lagi yang sudah mulai berhembus sejak saya masih menjadi mahasiswi Arsitektur, yaitu : isu ketinggian bangunan / pembangunan gedung melebihi ketinggian pohon kelapa / pembangunan gedung bertingkat dengan tinggi di atas 15 meter di Pulau Bali ini......
Telah sejak lama oleh pihak-pihak tertentu ingin mengubah peraturan daerah mengenai ketinggian pembangunan gedung bertingkat di Pulau Bali ini mengingat lahan yang ada sudah semakin berkurang…… Saya sebagai seorang Arsitek sangat memahami mengenai permasalahan yang sangat krusial tersebut…… Saya mengangkat kembali isu ketinggian bangunan di Pulau Bali, manakala suatu hari di masa yang akan datang, penduduk Pulau Bali ini, dan entah apakah saya juga nantinya tanpa mampu saya hindarkan lagi, saya akhirnya juga turut serta dan terlibat secara langsung maupun tidak langsung menjadi salah satu bagian dari penduduk Pulau Bali yang melakukan pembangunan pencakar langit di pulau mungil tanah dewata ini……



Cita-cita Orang Bali???? Puranya mana????
 

Cita-cita Orang Bali???? Puranya mana????



Cita-cita Orang Bali…… Hutannya mana???? Didalam Hotel Bintang 7….



Hmmmmmm........
Hmmmmmm........
Hmmmmmm........

Saya juga bukannya menentang rencana pembangunan Fly Over…. Saat ini baik Fly Over, gedung pencakar langit, bahkan sampai rencana pembangunan transportasi kereta api angkutan umum pun juga akan mulai dipertimbangkan di pulau mungil ini, semuanya itu dikarenakan desakan kebutuhan masyarakat Pulau Bali yang kian membludak…. Dengan demikian, sebelum semuanya semrawut terjadi dibangun di pulau mungil inilah tujuan utama penulisan Blog : Ayu Sulastrini for Interntional Architecture : Investor Go To Bali……
Pertimbangan membangun infrastruktur Fly Over untuk mengatasi masalah kemacetan di Pulau Bali nun mungil ini, jauh lebih baik dibandingkan membuat transportasi kereta api angkutan umum…… Apa sebab?????? Karena areal infrastruktur untuk penempatan jalur Fly Over lebih terprivatisasi dan terukur lintasannyanya sehingga lebih aman, dibandingkan dengan membuat areal jalur kereta api angkutan umum yang jelas-jelas akan “memakan” perlintasan jalan-jalan kendaraan bermotor yang sudah ada sehingga memungkinkan rawan akan kecelakaan….


Lintasan jalur rel kereta api angkutan umum yang semrawut 

Lintasan jalur rel kereta api angkutan umum yang malang melintang di atas jalan kendaraan bermotor rawan akan kecelakaan


Lintasan jalur rel kereta api angkutan umum yang rawan akan kantung-kantung permukiman kumuh dan kriminalitas



Namun di sisi lain, mengatasi masalah kemacetan di pulau pariwisata ini adalah sebuah dilema yang sejatinya sangat mendesak dan harus disegerakan jalan keluarnya yang bertujuan untuk kenyamanan para wisatawan itu sendiri…. NAH…… Dibandingkan membangun transportasi kereta api angkutan umum, saya pribadi malah cenderung lebih menyetujui pembangunan infrastruktur Fly Over sebagai jalan keluar permasalahan kemacetan dan mengusulkan ( original idea6810) infrastruktur kereta api wisata yang bertujuan untuk menambah fasilitas penunjang obyek wisata dan meningkatkan daya tarik wisatawan berkunjung ke Pulau Bali…… 


Wisata Kereta Api di Pulau Bali

Wisata Kereta Api di Pulau Bali



Lalu kenapa Kereta Api Wisata? Karena dengan keberadaan kereta api wisata ini akan mampu lebih mengangkat destinasi-destinasi wisata yang berada di setiap sudut-sudut bahkan yang di tempt yang paling tersembunyi pun di Pulau Bali ini, baik dari panorama persawahan, perbukitan, danau,  pegunungan, maupun pantainya yang eksotis……
Hmmmmmm........
Tapi…. bukankah lintasan jalur rel kereta api wisata juga bisa terbangun sama kusutnya dengan  lintasan jalur rel kereta api angkutan umum yang nantinya juga mengakibatkan rawan akan kecelakaan????
Hmmmmmm........

Perencanaan Matang Jalur Rel Wisata Kereta Api agar tidak mengganggu arus lalu lintas kendaraan di jalan raya


Bagi saya; semua kendala itu bisa diatur dengan baik, tergantung sejauh mana setiap perancangannya dipersiapkan dengan sematang mungkin, baik itu adalah jadwal jam-jam keberangkatan Wisata Kereta Api, letak titik-titik terminal pemberhentian dan peristirahatan, penentuan dan pemilihan obyek-obyek wisata yang akan dilalui, maupun penentuan areal jalur-jalur perlintasannya, dimana menjadi keharusan untuk dirancang agar tidak mengganggu arus lalu lintas kendaraan bermotor di jalan raya yang bisa membahayakan.


Wisata Kereta Api semakin mengangkat keberadaan destinasi panorama persawahan terasering Pulau Bali

Wisata Kereta Api semakin mengangkat keberadaan destinasi panorama danau Pulau Bali

Wisata Kereta Api semakin mengangkat keberadaan destinasi panorama perbukitan dan pegunungan Pulau Bali

Wisata Kereta Api semakin mengangkat keberadaan destinasi panorama sepanjang pantai pesisir Pulau Bali


Wisata Kereta Api semakin mengangkat keberadaan destinasi panorama antar laut Pulau Bali dengan Pulau Nusa

Wisata Kereta Api semakin mengangkat keberadaan destinasi panorama antar laut Pulau Bali dengan Pulau Nusa



Bagaimana, hmmmmmm? Bagi saya pribadi, sangatlah tepat keberadaan Kereta Api Wisata yang saya usulkan ini jika nanti terwujud menjadi sarana penunjang pariwisata di Pulau Bali, mengingat pulau mungil ini mampu menyajikan berbagai macam obyek wisata alam hanya dalam 1 kali waktu jalur perjalanan wisata sekaligus. Dan kelebihan lainnya dari keberadaan Kereta Api Wisata ini adalah keuntungan pariwisata yang merata bagi seluruh kabupaten-kabupaten di Bali, karena keindahan setiap pelosok panorama Pulau Bali yang masih tersembunyi ini akan lebih dapat terlihat ke mata dunia. Secara umum keuntungan dari keberadaan Kereta Api Wisata yang dapat diraih oleh Pulau Bali sebagai daerah pariwisata adalah mata internasional dapat melihat bahwa Pulau Bali yang sangat mungil ini sangatlah kaya akan obyek-obyek wisata yang menakjubkan di setiap sudutnya!

Hmmmmmm........
Hmmmmmm........
Hmmmmmm........

Sebagai seorang Arsitek Bali, saya mengetahui terdapat berbagai macam kendala dari rencana-rencana pembangunan yang perwujudannya hanyalah sebatas wacana dan masih sangat riskan untuk dapat diwujudkan di Pulau Bali ini. Selain adanya rencana pembangunan Fly Over, dimana yang menjadi kendala dan dilema utama yang harus dihadapi adalah banyaknya titik-titik suci yang sangat disakralkan, salah satunya akankah melangkahi keberadaan Pura-pura yang disakralkan, jika nantinya akan dilalui oleh jalur-jalur Fly Over ataupun semisal dilalui oleh jalur Kereta Api Wisata…… Begitu pula sama halnya jika yang akan diwujudkan di masa depan nanti adalah gedung-gedung pencakar langit….


Miami Beach yang sangat tersohor…… Cita-cita Orang Bali????

Miami Beach saat datang banjir…. Cita-cita Orang Bali????

Cita-cita Orang Bali????


Lalu bagaimana solusinya??????

Hmmmmmm........

Untuk itu saya sangat menyarankan untuk selalu melibatkan Paruman Sulinggih / Pandhita untuk meminta petunjuk dan persetujuan dari para Sulinggih / Pandhita  baik secara sekala  niskala disetiap rencana-rencana proyek-proyek futuristic ataupun proyek-proyek berskala besar di pulau surga ini, sehingga melalui petunjuk-petunjuk yang dianjurkan oleh para Sulinggih / Pandhita dapatlah diketahui jalan keluar terbaik, contoh; areal yang tepat sehingga layak untuk dibangun dan dijauhkan dari pelanggaran titik-titk suci yang harus dipertahankan kesakralannya di Tanah Dewata ini.


Lalu kenapa harus Paruman Sulinggih-Sulinggih??????

Hmmmmmm........

Sejak kecil saya dibesarkan dan ditanamkan dengan pengetahuan mengenai kehidupan para Sulinggih / Pandhita / Brahmana sebagai sungsungan tertinggi Kasta Hindu Bali yang harus dihormati. Dimana para Sulinggih / Pandhita ini adalah orang-orang yang telah disucikan menurut tradisi garis  keturunan leluhurnya, yaitu melalui upacara Diksha / Dwi Jati / upacara pengesahan untuk menjadi seorang Sulinggih / Pandhita oleh seorang Nabe / Guru Rohaniawan. Sebagai orang yang telah disucikan, para Sulinggih / Pandhita ini harus menjalani kehidupan suci dari segala segi cara hidup beliau, misalnya: dari bahan makanan, penyajian makanan, peralatan makan, pakaian, harus suci / sukla / bersih / baik. 



Paruman Sulinggih / Pandhita

Ironisnya, di era milenium inilah malah sudah terjadi degradasi moral dimana-mana sehingga beberapa oknum-oknum Orang Bali sudah mulai berani memandang sebelah mata / kurang menaruh hormat / meremehkan para Sulinggih / Pandhita. Menurut pengamatan saya, para Sulinggih / Pandhita saat ini memang semuanya sudah termasuk generasi yang lebih sepuh dari saya, sehingga bila mendapat kata-kata dari oknum umat-umatnya yang bermaksud dan bertujuan meremehkan / menyinggung perasaan, beliau-beliau ini masih bisa tersenyum dan tertawa sabar.
Tapi bagaimana dengan Generasi Sulinggih / Pandhita masa datang???? Yang usianya mungkin saat ini masih anak-anak atau malahan belum lahir ke dunia???? Apakah Generasi Sulinggih / Pandhita di masa datang nanti juga memiliki kesanggupan yang sama dengan generasi Sulinggih / Pandhita sesepuhnya saat ini untuk menjalani semua syarat-syarat Kapandhitaan, jika para Sulinggih / Pandhita di masa datang semakin mendapat perlakuan yang tidak pantas dari oknum umat-umatnya yang tentunya nanti di masa depan akan semakin mengalami degradasi moral???? Padahal para Sulinggih / Pandhita adalah kunci terakhir Pulau Dewata untuk mendapatkan jalan keselamatan.
Maka dari itu, kewajiban saya sebagai keturunan Orang Bali untuk menjaga Ajeg Bali ini, yang akan saya tekankan adalah dimana salah 1 syarat utama untuk mewujudkan Ajeg Bali adalah dengan menghormati kesucian para Sulinggih / Pandhita sebagai pemimpin suci tertinggi dalam Agama Hindu Bali. Sehingga di blog sakral saya kali ini, saya juga bermaksud menjabarkan secara lebih rinci bagaimana gambaran sejatinya kehidupan yang dijalankan para Sulinggih / Pandhita sehari-hari, dengan tujuan untuk menggugah jalan pikiran dan membuka pengetahuan bagi para Generasi Muda Bali sebagai penerus Ajeg Bali untuk tetap tahu alasannya mengapa umat Hindu Bali harus selalu hormat dan berlaku santun kepada para Sulinggih / Pandhita.

Hmmmmmm........
Hmmmmmm........
Hmmmmmm........

Menjadi Sulinggih / Pandhita / Brahmana tidak bisa dicapai dengan cara yang mudah, seperti tiba-tiba mengubah nama / menambah gelar semau hati, meminta pengakuan orang lain, mengaku-ngaku diri sebagai seorang Sulinggih / Pandhita / Brahmana, dengan penampilan pakaian seolah-olah orang suci yaitu dengan cara senantiasa berpakaian putih-putih, menggelung rambut / mengundulnya sama sekali, atau dengan hanya berteori tentang Veda dan kebenaran tetapi sesungguhnya ia tidak menghayati hakikat dan kebenaran yang sesungguhnya, maka itu sesungguhnya bukan seorang Sulinggih / Pandhita / Brahmana.
Sesungguhnya untuk menjadi seorang Sulinggih / Pandhita / Brahmana adalah sangat sulit, karena memiliki syarat-syarat yang sangat banyak, terutama: harus mentaati hukum-hukum Brahman / Tuhan. Hal ini hanya dapat dilakukan apabila seorang dengan kesadaran dan kedisiplinan yang tinggi ada pada dirinya, maka kebrahmanan tersebut baru bisa tercapai. Untuk itulah calon Diksita / Sulinggih / Pandhita harus memiliki beberapa persyaratan yang harus ditaati, sebagai ciri kesiapan mereka telah memasuki tahapan menuju kebrahmanan. Jadi seorang calon Diksita / Sulinggih / Pandhita harus memiliki prilaku dan persyaratan :
A.     Kewajiban dalam Kehidupan Sosial
1.      Bijaksana
2.      Setia pada ucapan / Satya Wacana
3.      Memiliki kesusilaan / berbuat mulia, bermoral, saleh
4.      Teguh pendirian
5.      Setia adan bakti pada suami / istri
6.      Teguh pada dharma / kebajikan tanpa noda
7.      Keturunan orang baik-baik
8.      Pandai dalam ilmu
9.      Berjiwa besar
10.   Tegas dalam hal siasat
11.   Kuat menahan suka dan duka
12.  Setia dan hormat terhadap Catur Guru / 4 empat tugas berat yang harus dipikul  untuk mewujudkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan dalam mencari kesucian serta keutamaan hidup.
13.  Suka melaksanakan ajaran dharma / kebajikan, termasuk taat kepada segala sasana / aturan, dan taat pada segala kewajiban yang menjadi tugasnya.

B.     Kewajiban Teguh dalam Melaksanakan Tapa Samadhi
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam rangka mempersiapkan diri untuk melaksanakan upacara Diksha / Dwi Jati sebagai calon Diksita / Sulinggih / Pandhita, harus menunjukkan perilaku dan perbuatan  yang baik dan benar sesuai dengan ajaran Tata Susila Agama Hindu.
Adapun syarat-syarat melaksanakan upacara Diksha / Dwi Jati yang diputuskan oleh Parisadha Hindu Dharma Indonesia yang juga berdasarkan Lontar Siwa Sasana adalah Umat Hindu dari segala warga yang telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1.      Laki-laki yang sudah kawin atau tidak kawin / Nyukla Brahmacari
2.      Wanita yang sudah kawin atau tidak kawin / Kanya
3.      Pasangan suami istri
4.      Umur minimal 40 tahun
5.     Paham dalam Bahasa Kawi, Bahasa Sansekerta, Bahasa Indonesia, memiliki pengetahuan umum, dan pengalaman intisari ajaran-ajaran agama
6.      Sehat lahir - bathin dan berbudi luhur sesuai dengan sasana / aturan
7.      Berkelakuan baik dan tidak pernah tersangkut perkara pidana
8.     Mendapat tanda kesediaan dari Nabe / Guru Rohaniawan yang akan menyucikan calon Diksita / Sulinggih / Pandhita
9.     Sebaiknya tidak terikat akan pekerjaan sebagai pegawai negeri atau swasta, kecuali bertugas untuk hal keagamaan.

C.    Kewajiban Berpakaian / Amari Wesa
Seseorang yang sudah  melaksanakan upacara Diksha / Dwi Jati harus merubah cara-cara berpakaianya. Mereka tidak boleh lagi berlaku seperti ketika masih dalam status Walaka / orang biasa, misalnya memakai celana panjang, celana dan baju jeans, menggunakan perhiasan, berpakaian seksi, dan seterusnya. Seorang yang sudah melaksanakan upacara Diksha / Dwi Jati tidak masih berstatus Walaka tetapi ia sudah berubah status menjadi Sulinggih / Pandhita oleh karena itu, seorang Sulinggih / Pandhita wajib menggunakan pakaian kesulinggihan, seperti :
1.      Pakaian Sehari-hari
a.  Untuk Sulinggih / Pandhita laki-laki
o  Kain putih
o  Selimut kuning bertepi putih
o  Ikat pinggang putih
o  Keluar rumah / Griya / tempat tinggal para Sulinggih / Pandhita, harus memakai tongkat
o  Boleh memakai jubah / Kwaca Rajeg
b.  Untuk Sulinggih / Pandhita perempuan
o  Kain yang dasarnya kuning
o  Baju putih dan selendang kuning
o   Ikat pinggang putih
2.     Pakaian untuk melaksanakan tugas pemujaan / Mamuja / Ngelokapalasraya, seorang Sulinggih / Pandhita memiliki aturan - aturan khusus dalam tatanan berpakaian. Untuk itu, seorang Sulinggih / Pandhita ketika melaksanakan tugas pemujaan / Ngelokapalasraya maka wajib menggunakan pakaian Mamuja, seperti:
a.  Sampet : secarik kain yang dilipat pada dadanya
b.  Rudrakacatan Genitri : perhiasan pada kedua buah bahunya
c.   Gondala : anting-anting
d.  Guduita : gelang Genitri pada pergelangan tangan
e.  Kanta Bharana : perhiasan pada lehernya
f.    Karna Bharana : perhiasan pada telinga
g.   Amakuta : bermahkota / Maketu 



Amari Wesa Sulinggih / Pandhita


D.     Kewajiban dalam Berperilaku Amari Wisaya
Seorang Sulinggih / Pandhita adalah orang yang telah melepaskan keduniawiannya, karena ia telah meninggalkan kehidupan dunia Walaka / orang biasa, dan lahir kembali ke dunia Sadhaka / taat pada Sadhana / cara hidup untuk mencapai tujuan utama kehidupan yang bersatu dengan Brahman / Tuhan. Kelahiran kembali ini ditandai melalui pelaksanaan upacara Diksha / Dwi Jati / upacara pengesahan untuk menjadi seorang Sulinggih / Pandhita oleh seorang Nabe / Guru Rohaniawan. Dimana upacara  Diksha / Dwi Jati memiliki arti lahir untuk yang kedua kalinya dengan kesucian untuk menuju Brahman / Tuhan.
Untuk itu seorang Sulinggih / Pandhita atau juga yang disebut Sang Dwijati, diharuskan tidak memiliki prilaku seperti pada waktu masih menjalani kehidupan  Walaka / orang biasa. Sehingga seorang yang sudah menjadi Sulinggih / Pandhita harus merubah perilaku Walaka / orang biasa, menjadi perilaku Sulinggih / Pandhita, diantaranya mentaati beberapa macam pantangan, seperti :
1.     Pantangan dan larangan perilaku Sulinggih / Pandhita dalam kehidupan sehari-hari :
\ Tidak membunuh
\ Tidak berdusta
\ Tidak bertengkar
\ Tidak memamerkan kepandaian
\ Tidak mencuri / memperkosa hak milik orang lain bila tidak dapat persetujuan dari kedua pihak
\ Tidak menyakiti, tidak menyiksa, tidak melukai, atau mengambil apa pun
\ Tidak berkata-kata yang tidak selayaknya
\ Tidak boleh berhasrat jahat terhadap orang lain
\ Tidak boleh mengadakan hubungan badan, bila bukan dengan istrinya
\ Tidak boleh mengadakan pertemuan dengan istrinya pada hari-hari terlarang
\ Tidak mengucapkan ucapan-ucapan yang kotor
\ Tidak boleh berkata-kata yang pedas yang menyakiti telinga
\ Tidak boleh berkata-kata sambil mamaki-maki sumpah serapah
\ Tidak boleh melakukan jual – beli atau berdagang / Adolawya
\ Tidak boleh terlibat hutang – piutang / Rnarni
\ Tidak boleh segala hal usaha untuk mencari keuntungan
\ Tidak boleh mengambil hal milik orang lain dengan memaksa
\ Tidak boleh mencopet atau merampok
\ Tidak boleh marah atau bersifat pemarah
\ Tidak boleh ingkar atau mengabaikan kewajiban
\ Tidak mementingkan diri sendiri
\ Tidak mengingini sesuatu yang tidak pantas
\ Tidak berpikir buruk terhadap mahluk lain
\ Tidak mengingkari akan karma phala
\ Tidak berkata-kata kasar tehadap mahluk lain
\ Tidak memfitnah
\ Tidak ingkar pada janji atau ucapan-ucapan
\ Tidak berzinah / selingkuh
\ Tidak boleh memberikan tempat pada pencuri
\ Tidak boleh memberi makan dan minum kepada pencuri
\ Tidak boleh memberi persembunyian kepada pencuri
\ Tidak boleh menerima hasil pencurian
\ Tidak boleh memberi pertolongan kepada pencuri
\ Tidak boleh memberi petunjuk jalan kepada pencuri
\ Tidak boleh ikut campur dengan pencuri
\ Tidak boleh memerintahkan pencuri
\ Tidak boleh berkenalan dengan pencuri
\ Tidak boleh bersahabat dengan pencuri
2.     Pantangan dan larangan Sulinggih / Pandhita dalam kehidupan jaman modern :
\ Tidak boleh mengendarai sepeda motor dan mobil sendiri
\ Tidak boleh terlibat tindak pidana / pengadilan
\ Tidak boleh jadi saksi di pengadilan.
3.     Pantangan dalam hal makanan, minuman, dan tempat Sulinggih / Pandhita untuk kesempurnaan dan kesucian bathin dalam kehidupan sehari-hari :
a.  Pantangan terhadap makanan :
o  Tidak boleh makan daging babi peliharaan / celengwanwa
o  Tidak boleh makan daging ayam yang terdapat di desa / ayamwanwa
o  Tidak boleh makan daging anjing, tikus, ular, kucing, harimau / macan, rusa / rasi, kera / wre, kera hitam / lutung, tupai / wut, semacam kadal yang suaranya besar / wiyung, kadal / dingdang kadal, binatang –binatang yang tidak dikenal, binatang yang berkuku satu / kuda dan keledai, dan binatang berjari lima / Pancaka
o  Tidak boleh makan daging burung buas yang memakan sesamanya / krurapaksi, seperti : burung hantu, burung elang / rajawali, burung yang berwarna hitam / nilapaksi seperti burung gagak, burung jalak, burung cangkilung, burung yang dapat berbicara manusia seperti burung kakak tua / atat, dan burung beo / siung
o  Tidak boleh makan burung bangau / baka, burung-burung yang waktu mematuk-matukkan paruhnya, burung berkaki jarang, unggas penyelam yang hidup dari pemakan ikan
o  Tidak boleh  makan binatang-binatang yang kecil-kecil yang hidup di dalam tanah / bhuhkrimi, belut / kutisa, ulat tanah, dan binatang hama kecil-kecil / pramikrimi, seperti lalat atau leler, nyamuk , kutu / tuma, kutu anjing / limpit
o  Tidak boleh memakan daging kuda, unta / konta, keledai / gardabha, dan daging sapi / gomangsa
o  Tidak boleh makn ikan yang terlalu besar / iwak atyanta ring gong dan ikan yang buas / minarodra
o  Tidak boleh makan sisa-sisa makanan yang telah dimakan, makanan yang disentuh, atau diletakkan dibawah benda-benda yang tidak suci
o  Tidak boleh makan yang telah dapat dimakan oleh binatang seperti anjing, ayam, babi tidak boleh dimakan
o  Tidak boleh makan yang diragukan kesuciannya juga tidak boleh dimakan
o  Tidak boleh makan tumbuhan – tumbuhan yang berjenis bawang putih / bawang bakung, bawang merah, dan jamur



Para Sulinggih / Pandhita Ngerayunan

b.  Pantangan terhadap minum-minuman :
o  Tidak boleh minum - minuman keras seperti : tuak / nira dan sejenisnya
o  Tidak boleh minum – minuman semua jenis susu dari binatang buas
o  Tidak boleh minum susu kental dari sapi yang merupakan sisa setelah sapi itu menyusui
c.  Pantangan terhadap tempat :
o  Tempat atau tanah yang terlarang adalah pekarangan yang pernah ditempati Sulinggih / Pandhita, tidak boleh ditempati, boleh ditempati setelah lewat dari 24 tahun
o  Tidak boleh tinggal di tanah yang dikerjakan oleh petani biasa
o  Tidak boleh mengunjungi rumah orang yang mempunyai pekerjaan hina, misalnya rumah tukang potong / jagal, tempat pelacuran, lebih-lebih makan dirumahnya.
o  Tidak boleh duduk di tempat perjudian, segala macam permainan bertaruh-taruhan tidak boleh dikunjungi
o  Tidak boleh mengadakan tempat perjudian

E.     Kewajiban dalam Melaksanakan Dharmaning Kawikon
1.     Arcana : memuja Tuhan / Ida Sang Hyang Widhi Waca dan Bhatara-Bhatari yang dilakukan setiap hari, terutama dalam Suryasewana / pemujaan sebelum jam 12 siang
2.     Adhyaya : tekun belajar, mendalami Veda, ajaran-ajaran kebenaran / Tattwa, tutur-tutur, dan sebagainya
3.     Adhyapaka : mengajarkan tentang kesucian, kerohanian, keagamaan, kesusastraan, dan bimbingan rohani
4.     Swadhyaya : rajin belajar sendiri mengulangi pelajaran-pelajaran trutama yang diberikan oleh Nabe / Guru Rohaniawan
5.     Dhyana : melaksanakan perenungan Brahman / Tuhan / Ida Sang Hyang Widhi Waca 


Paruman Sulinggih / Pandhita

Hmmmmmm........
Hmmmmmm........
Hmmmmmm........

 “Lalu begitu suci, hebat, dan sempurnakah manusia yang bergelar Sulinggih / Pandhita itu?”, mungkin itu adalah sebuah pertanyaan yang pertama melintas di benak para Karib-karib Investor-investor……

Hmmmmmm........

Sulinggih / Pandhita dibagi menjadi 2, sesuai dengan tugas yang dilaksanakannya, yaitu: Sulinggih / Pandhita sebagai seorang pengajar  keagamaan dan Sulinggih / Pandhita yang hanya sebagai seorang Pamuput Upacara / Penyelesai Upacara, atau menjalankan kedua-duanya.
Dan kepada para Karib-karib Investor, saya pribadi menjamin penguasaan ilmu dan pengetahuan, lahir bathin, dunia-akhirat, dan juga sekala-niskala para Sulinggih / Pandhita Hindu Bali kami ini. Karena jangan dilihat dan dinilai dari syarat-sayarat Kapandhitaan yang harus dijalani para Sulinggih / Pandhita sehari-hari menjadikan beliau-beliau ini berubah hidup seperti manusia primitif selayaknya manusia pertapa yang hidup di dalam sebuah goa…… ^_^’ Tentu saja tidak seperti itu. Para Sulinggih / Pandhita Hindu Bali kami sangat terbuka dan berpikiran modern dalam mengarahkan kehidupan umatnya terhadap kehidupan di era modern ini. Karena banyak sekali dari para Sulinggih / Pandhita Hindu Bali kami ini yang bergelar Insinyur, bergelar Doktoral / Guru Besar, bahkan sudah bergelar Profesor, ada juga yang mantan Direktur, dan tidak sedikit para Sulinggih / Pandhita Hindu Bali ini sudah keliling dunia bahkan sudah ke melanglang buana di 33 negara sehubungan dengan kepentingan keagaamaan.
Sehingga sangat pantaslah sekiranya para Pejabat Negara, para Pejabat Daerah, dan para Karib-karib Investor-investor untuk bersilakrama mengadakan Paruman para Sulinggih / Pandhita meminta ijin kelayakan dan petunjuk-petunjuk dari para Sulinggih / Pandhita sebelum melaksanakan pembangunan proyek-proyek futuristic ataupun mega proyek di Tanah Dewata ini.


Hmmmmmm........
Hmmmmmm........
Hmmmmmm........

Lalu apakah saran saya sebagai seorang Arsitek yang dapat disumbangsihkan sebagai solusi terbaik bagi pembangunan proyek-proyek futuristic ataupun mega proyek di Tanah Dewata ini??????

Hmmmmmm........

Sekiranya saran saya ini nantinya dapat menjadi sebuah pertimbangan dan contoh yang tepat bagi pembangunan proyek-proyek futuristic ataupun mega proyek di Tanah Dewata ini…….. ^_^



Panorama di sebuah hotel pencakar langit di Singapura




Panorama di sebuah hotel di atas pantai tebing di Bali

Panorama restaurant di sebuah hotel pencakar langit di Las Vegas


Panorama restaurant di sebuah hotel di atas pantai tebing di Bali


Panorama kolam renang di sebuah hotel pencakar langit di Singapura



Panorama kolam renang hotel di atas pantai tebing di Bali – berenang di atas langit


Menikah di atas langit pun bisa di Bali


Mengapa saya mengusulkan pembangunan Hotel maupun Resort di atas bukit pantai / Cliff Hotels dapat semakin bertambah jumlahnya di Pulau Dewata ini??? Karena disamping Cliff Hotels mampu memberikan ‘cita rasa alternatif’ nuansa panorama sebuah hotel pencakar langit, dengan berkembangnya Cliff Hotels ini juga sekaligus memberikan jalan keluar atas permasalahan semakin berkurangnya lahan produktif ataupun jalur hijau dengan memberdayakan lahan-lahan non produktif di Pulau Bali ini, misalnya memberdayakan lahan-lahan di daerah perbukitan kapur yang kering seperti di daerah-daerah bagian paling selatan Pulau Bali.



Cliff Hotels sebagai ‘cita rasa alternatif’ Hotel-hotel Pencakar Langit

Cliff Hotels sebagai ‘cita rasa alternatif’ Hotel-hotel Pencakar Langit


Namun apakah nantinya pembangunan Cliff Hotels menjadi menjamur dan menjadi berjajar-jajar di sepanjang tepi tebing Pulau Bali, dan apa pula dampak negatifnya di masa depan, maka untuk itu saya kembalikan lagi ke saran saya yaitu untuk selalu melibatkan Paruman Sulinggih / Pandhita untuk meminta petunjuk dan persetujuan dari para Sulinggih / Pandhita  baik secara sekala  niskala. Karena tentunya tidak semua tanah dan lahan di tepi tebing Pulau Bali diijinkan menjadi tempat untuk mendirikan Hotel berbintang, misalnya di areal tepi tebing Pura Tanah Lot dan Pura Uluwatu. Dimana petunjuk-petunjuk dan persetujuan para Sulinggih / Pandhita amatlah sangat diutamakan.



Pemberdayaan tanah-tanah non produktif  sebagai Cliff Hotels di sepanjang tepi tebing Pulau Bali


Pun terlaksananya pembangunan gedung-gedung pencakar langit di Pulau Bali suatu hari di masa datang nanti, apakah hanyalah tetap wacana ataukah akan menjadi nyata…. Semuanya akan dikembalikan lagi kepada pilihan generasi penerus Orang-orang Bali sendiri, karena keinginan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan memang sejatinya adalah keinginan semua manusia di dunia ini…. Tapi apakah di peradaban masa datang nanti semua alasan kemakmuran dan kesejahteraan penghuni Pulau Bali bisa ditawar-tawar atau ditukarkan dengan kelestarian titik-titik suci di tanah Bali, terutama nilai sakral Pura-pura sebagai tempat pemujaan dan menghadirkan Ida Sang Hyang Bhatara – Bhatari dan para leluhur mulia, tentunya semua itu diluar batas kemampuan generasi Orang Bali saat ini…. Tapi 1 hal yang dapat saya pastikan; hanya di tangan generasi Orang Bali sekarang inilah, dengan cara yang tepat dan bersungguh-sungguh menanamkan kesadaran Ajeg Bali kepada seluruh anak-cucunya sejak dini, maka kesakralan Pulau Bali dapat terselamatkan selamanya….



Arsitek yang baik akan berkata : ‘kita tidak boleh merusak alam demi membangun sesuatu’






@-}-- God Bless @-}--























Tidak ada komentar:

Posting Komentar